Headline

Pemkab Sikka Beberkan Berbagai Upaya Penanganan Dampak Erupsi Gunung Lewotobi

waktu baca 3 menit
Penjabat Sekda Kabupaten Sikka, Margareta Movaldes Da Maga Bapa

MAUMERE-Penjabat Sekda Kabupaten Sikka, Margareta Movaldes Da Maga Bapa dalam konferensi pers di Kantor Bupati Sikka, mengurai langkah-langkah penanganan terhadap pengungsi yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

Dikatakannya, erupsi Gunung Lewotobi terjadi sejak tahun 2023 dan masih berlangsung hingga saat ini mengakibatkan meningkatnya angka pengungsi, baik dari Kabupaten Flores Timur maupun dari Kabupaten Sikka sendiri.

Dari bebagai akibat dari erupsi yang terus berlangsung, banyak lahan pertanian yang tertutup abu vulkanik hingga kemudian mengganggu perekonomian masyarakat.

Memasuki tahun 2024, kondisi semakin diperparah ketika penerbangan ditutup selama 6 bulan.

Menurutnya, pada tanggal 3 November 2024 terjadi letusan yang besar, namun sebelum itu pihaknya telah mengkaji kondisi status terdampak bagi wilayah di Kabupaten Sikka.

“Pemkab Sikka sempat kesulitan menetapkan Status Siaga melalui SK, karena gunung itu ada di wilayah Kabupaten Flores Timur. Namun berdasarkan hasil kajian, ada dampak yang dirasakan terutama dari sisi kesehatan, pertanian dan juga peternakan,” ujarnya, Sabtu (14/1/22024).

Dikatakan Femy Bapa, terhadap dampak yang dirasakan pasca letusan, Pemkab Sikka berkoordinasi dengan BNPB Provinsi NTT dan dikeluarkanlah SK Siaga Bencana selama 2 bulan, sejak 7 November 2024 hingga 7 Januari 2025.

Lanjutnya, seminggu pasca ditetapkan SK itu, Pemkab Sikka menangani para pengungsi Lewotobi yang berasal dari Flores Timur dengan membuka 2 Posko di Desa Kringa dan Desa Hikong.

“Di tanggal 11 dan 12 November ternyata gunung ini masih sangat aktif sekali dengan berbagai aktivitas seperti bunyi gemuruh, yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi masyarakat yang akhirnya harus di evakuasi. Namun sebelum dievakuasi, Pemkab Sikka sudah terlebih dahulu menyiapkan Posko di Waigete,” jelasnya.

Menurut Femmy, Posko tersebut disiapkan untuk mengatasi kondisi kesehatan bagi masyarakat yang terdampak debu abu vulkanik.

“Ternyata masyarakat melakukan evakuasi secara mandiri, sehingga Pemkab Sikka menaikkan Status dari Siaga ke Tanggap Darurat, selama 14 hari, dari tanggal 10 sampai 14 November 2024,” ujarnya.

Dikatakan Femy Bapa, selama masa Tanggap Darurat itu Pemkab Sikka mengurus masyarakat Kabupaten Sikka yang ada di Posko tersebut. Ia juga tak menampik bahwa terdapat juga warga Flores Timur yang ada di Posko Waigete.

Femmy mengungkapkan, selain mengurusi pengungsi yang ada di Posko Waigete, Pemkab Sikka masih terus mensupport kebutuhan bagi para pengungsi asal Flores Timur yang tersebar di 15 Kecamatan dengan jumlah sekitar 2000-an lebih.

“Kita masih support logistiknya terutama yang terpusat dalam jumlah yang paling banyak itu ada di Desa Pruda, Kecamatan Waiblama. Untuk di Posko Waigete sendiri ada 1500-an jiwa didalamnya ada sekitar 15 orang dari Flores Timur,” ungkap Femmy Bapa.

Dikatakan Femy Bapa, Setelah 2 minggu, berdasarkan evaluasi dan kajian serta pantauan aktivitas gunung, maka pengungsi yang ada di Posko Waigete dipulangkan.

Femmy menuturkan, berdasarkan SK terdapat 4 Kecamatan di wilayah Kabupaten Sikka yang terdampak yakni, Talibura, Mapitara, Doreng dan Waiblama.

Pj Sekda Sikka juga mengapresiasi tingginya partisipasi dan kontribusi warga dalam bentuk berbagai bantuan kemanusiaan, yang tercatat sebanyak 185 komunitas dan perorangan.

“Untuk logistik kita sudah distribusikan. Sekarang teman-teman di posko sudah bergerak untuk penutupan posko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Exit mobile version