News

Desa Ujung Tombak Kemajuan Daerah, Ansy Lema Komit Membangun NTT dari Desa

waktu baca 3 menit

Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) nomor urut satu Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengusung konsep membangun dari desa. Desa adalah basis penghidupan dan kehidupan masyarakat yang menjadi ujung tombak kemajuan suatu daerah.

“Pembangunan NTT harus dimulai dari desa. Desa menjadi sumber atau kantong kemiskinan di NTT. Karena itu, kalau ingin mengeluarkan NTT dari kemiskinan, bangun desanya,” ujar Ansy Lema di Maumere, Senin (14/10).

Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini mengatakan, mayoritas kemiskinan NTT adalah kemiskinan perdesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan NTT pada Maret 2024 tercatat 19,48% atau sebanyak 1,128 juta orang miskin hidup di provinsi dengan jumlah penduduk 5,656 juta orang ini. NTT menempati urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia setelah Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Barat.

Jika dibedah lebih jauh, kemiskinan perdesaan di NTT tercatat mencapai 995.960 orang atau 23,41%. Sementara, kemiskinan perkotaan tercatat sebesar 131.610 orang atau 8,57%. Artinya, kemiskinan NTT adalah kemiskinan masyarakat desa.

“Siapa yang miskin di desa? Mereka adalah para petani, peternak, dan nelayan. Mereka inilah yang harus saya bantu dan perjuangkan untuk perbaikan kesejahteraan hidupnya,” terang Mantan Juru Bicara Ahok ini.

Menurut dirinya, berbagai permasalahan di NTT mulai dari kemiskinan, stunting atau gizi buruk, jalan rusak, air bersih, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terjadi di desa. Persoalan-persoalan krusial tersebut terjadi karena minimnya program-program pemberdayaan masyarakat yang mendorong peningkatan ekonomi desa.

Melihat rangkaian persoalan tersebut, Politisi PDI Perjuangan itu menyampaikan bahwa ketika diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin NTT, Ansy-Jane akan mengupayakan alokasi anggaran bagi pemberdayaan masyarakat di desa. Dikarenakan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT yang terbatas, maka pria kelahiran Kota Kupang ini akan memanfaatkan pembiayaan non APBD yang berasal dari Civil Society Organization (CSO) atau Non-Governmental Organization (NGO), serta kerja sama pihak ketiga dengan skema Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga (KSDPK) dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta (KPBU).

Berbagai dana bantuan CSO/NGO dan kerja sama pihak ketiga yang masuk ke NTT akan disinergikan dengan program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu, Ansy Lema menjelaskan dirinya akan mendorong kepala daerah yaitu bupati dan walikota untuk bisa melakukan pemekaran desa.

“Sebagai gubernur, saya memiliki wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan desa. Saya akan mendorong kepala daerah untuk bisa melakukan pemekaran desa. Saya bisa memberikan evaluasi dan memberikan masukan bagi bupati/walikota terhadap desa yang hendak dilakukan pemekaran ataupun penggabungan berdasarkan aspirasi masyarakat, ” jelas Mantan Aktivis 98 ini.

Di sisi lain, dirinya mengakui, sebagai gubernur ia akan memfasilitasi, melalui pendamping desa atau lembaga pendamping desa untuk mengarahkan berbagai program desa sesuai dengan visi misi gubernur dan pemerintah pusat. Sinkronisasi perencanaan antara pusat dan daerah perlu dilakukan agar pembangunan desa melalui dana desa seiring dan sejalan dengan arah pemerintah.

“Sebagai gubernur saya akan siapkan panduan penyusunan perencanaan desa dan penganggaran yang selaras dengan visi misi gubernur dan kepala daerah. Misalnya, saya punya program NTT Pertiwi untuk perempuan. Isu perempuan, ibu, dan anak harus bisa terimplementasi dalam anggaran desa. Selain itu, saya juga akan memastikan bagaimana alokasi untuk ibu dan anak bisa sampai ke target,” pungkas pria dengan tagline “Manyala Kaka” ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Exit mobile version