Headline

6 Karyawan Kopdit Pintu Air yang Jadi Tersangka Bantah Lakukan Pinjaman Fikfif, Ungkap Pinjam Melalui Jenis Pinjaman Keluarga

waktu baca 5 menit
Keterangan foto:6 orang karyawan KSP Kopdit Pintu Air Maumere yang ditetapkan tersangka bersama kuasa hukumnya dalam konfrensi pers, Rabu (19/6)2024).

MAUMERE-Sebanyak enam karyawan KSP Kopdit Pintu Air yakni Kristoforus J.N., Nikolaus France, Stefania Ivanti, Maria Helena Parera, Maria katarina Simo dan Yohanes Armando ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pidana penggelapan dalam jabatan.

“Laporan terkait Penggelapan dalam Jabatan itu diterima oleh Polres Sikka sekitar bulan April 2024. Kemudian setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, sehingga pada hari Jumat, 14 Juni kemarin, bukti permulaan sudah cukup untuk menetapkan tersangka sebanyak 6 orang,” ungkap Kapolres Sikka, AKBP.Hardi Dinata, dalam wawancara kepada media ini, Rabu (19/6/2024).

Lanjut Kapolres Sikka, penggelapan ini dilakukan oleh 6 tersangka dengan modus pinjaman fiktif. Dalam kasus ini, total kerugian Kopdit Pintu Air sekitar Rp 2,1 miliar.

Kopdit Pintu Air Ada Jenis Pinjaman Keluarga Khusus Diakses Seluruh Karyawan

Terpisah, dalam konfrensi pers, Rabu (19/6/2024), para tersangka, didampingi kuasa hukum; Dominikus Tukan, SH dan Alfons Hilarius Ase, SH., M.Hum, membantah keenam kliennya disebut telah melakukan pinjaman fiktif.

Menurut mereka, di KSP Pintu Air ada jenis pinjaman (produk, red) yang disebut pinjaman keluarga. Jenis pinjaman keluarga ini khusus diakses oleh seluruh karyawan Pintu Air.

Dijelaskan, jenis pinjaman ini memungkinkan bagi karyawan Pintu Air yang sudah memiliki pinjaman untuk mengajukan pinjaman dengan menggunakan nama anggota keluarganya. Sedangkan mekanisme dan syarat pencairan pinjaman tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku di Pintu Air.

Dari data dan keterangan para tersangka yang ditunjukan kepada media, ternyata ada banyak sekali karyawan mulai dari yang paling bawah hingga top manajemen dan pucuk pimpinan yang juga mengakses jenis pinjaman keluarga dan bahkan masih dalam tanggung jawab pengembalian pinjaman sampai saat ini.

Bingung Ditetapkan Sebagai Tersangka dan Disuruh Kembalikan Uang

Para tersangka juga mengaku bingung dengan penetapan status mereka sebagai tersangka dan disuruh mengembalikan uang Kopdit Pintu Air.

Pasalnya, selama proses klarifikasi dan mediasi, para tersangka mengaku mereka telah menandatangani surat untuk bertanggung jawab atas temuan kerugian keuangan tersebut.

Surat tersebut merupakan surat yang dikonsep oleh pihak manajemen yang kemudian para tersangka diminta untuk menyalin kembali surat tersebut dan menandatangani.

Besaran uang yang harus dikembalikan masing masing tersangka juga sudah dipatok oleh pihak manajemen dan tidak sesuai dengan pinjaman keluarga yang mereka ajukan.

Bahkan, ada tersangka yang sama sekali tidak memiliki pinjaman keluarga, tetapi malah jadi tersangka dan dituntut harus tanggung renteng mengembalikan uang.

Ada juga tersangka yang dituntut untuk mengembalikan uang koperasi yang diakumulasi dengan pinjaman yang dipinjam oleh orang tuanya sebelum dirinya bekerja di Pintu Air.

Mereka mengaku kecewa atas cara manajemen yang dinilai diskriminatif terhadap mereka. Pasalnya, bila pinjaman keluarga ini bisa diakses oleh seluruh karyawan, mengapa hanya mereka (6 karyawan) yang diproses hukum?. Padahal, proses pencairan pinjaman keluarga yang mereka lakukan sudah sesuai prosedur yang berlaku di Pintu Air.

Kuasa Hukum: Pinjaman Sudah Sesuai Prosedur dan Bukan Perbuatan Pidana

Kuasa hukum, Alfons Hilarius Ase, SH.,M Hum., menjelaskan, klien mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Sikka pada tanggal 14 Juni 2024 atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Lanjutnya, mekanisme pencairan jenis pinjaman keluarga sudah sesuai prosedur dan bukan merupakan perbuatan pidana. Karena, persetujuan akhir pencairan uang harus ada tanda tangan pimpinan KSP Pintu Air.

“Orang menggunakam produk Pinjaman Keluarga loh, ini produk legal dari Kopdit Pintu Air malah dianggap tindakan pidana penggelapan dalam jabatan. Sebelum uang pinjaman itu mereka terima, kan sudah disetujui oleh pimpinan. Bila setelah uang cair, lalu si peminjam mau memberi kan kepada siapa saja, itu adalah hak keperdataan si peminjam. Lalu unsur penggelapan dalam jabatannya itu dimana?” tanya Alfons Ase.

Alfons Ase menjelaskan, masalah pinjaman adalah hubungan perjanjian keperdataan. Perjanjian keperdataan bisa bermasalah atau wanprestasi atau ingkar janji apabila, tidak melaksanakan perjanjian, terlambat melaksanakan perjanjian atau melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.

“Faktanya, klien kami melaksanakan kewajiban tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Kami menyayangkan bila persoalan wanprestasi pinjam meminjam yang adalah masalah keperdataan, malah menjadi masalah pidana penggelapan dalam jabatan,” ujar Alfons.

Alfons juga menyayangkan tindakan manajemen Pintu Air yang mendatangi para tersangka dan menanyakan aset para tersangka untuk dilelang demi kepentingan pelunasan pinjaman. Padahal, aset tersebut bukan merupakan objek yang diagunkan dalam perjanjian.

Sementara itu, Dominikus Tukan, SH., menegaskan, kliennya menghormati dan siap menjalani proses hukum.

Hanya saja kata Domi Tukan, bila berkaitan dengan jenis pinjaman keluarga kliennya, yang kemudian berujung laporan pidana, maka semestinya semua karyawan yang mengakses jenis pinjaman keluarga harus diperlakukan sama.

“Data bulan Juli 2021 saja, ada 106 karyawan yang mengakses pinjaman keluarga dengan total pinjaman 3,2 miliar lebih. Bila mengacu pada apa yang dialami klien kami, maka semua yang mengakses pinjaman keluarga juga harus diperlakukan sama. Semua yang ada dalam data atau yang mampu dibuktikan melalui audit itu harus diperlakukan yang sama dan serupa. Tidak boleh kemudian ada orang yang menjadi korban atas perbuatan orang lain,” tegasnya.

Domi Tukan menambahkan, selain mendampingi klien di Polres Sikka, juga akan membuka perkara ini menjadi terang.

“Perkara ini harus menjadi terang sehingga kita berharap ketika mereka memberikan keterangan yang sebenar-benarnya di Polres Sikka melalui penyidik Polres Sikka itu harus transparan. Artinya adalah apa yang ditulis itu sesuai apa yang disampaikan. Sehingga perkara ini menjadi terang. Karena tidak bisa kemudian hasil kejahatan orang lain atau kelalain orang lain, itu menjadi pertanggungjawaban klien kami,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Exit mobile version