Tragedi Warga Desa Hoder, Sikka: Direkrut kerja Secara Ilegal, Ditelantarkan Calo Hingga Meninggal di Kalimantan Timur

waktu baca 7 menit
Keterangan foto:Jenazah Yodimus Moan Kaka bersama anaknya di salah satu rumah sakit di Kota Balikpapan.

FLORESPEDIA.ID- Tragedi kemanusiaan menimpa salah seorang warga Desa Hoder, Yodimus Moan Kaka (40 tahun), yang dikirim bekerja secara ilegal ke Provinsi Kalimantan Timur oleh seorang calo tanpa izin resmi, dan kemudian mengalami nasib tragis setelah ditelantarkan hingga akhirnya meninggal dunia karena sakit yang tidak ditangani dengan baik.

Menurut saudari kandung korban meninggal, Maria Trisanti Dehope dalam wawancara via telepon, Senin (1/4/2024) siang, mengatakan, kakaknya Jodimus Moan Maka berangkat ke Kalimantan Timur untuk bekerja di perusahaan sawit yang dijanjikan oleh calo yang merekrut. Sang calo perekrut membantu biaya kapal laut sejak keberangkatan dari Pelabuhan L.Say Maumere menggunakan KM Lambelu pada 12 Maret 2024 lalu.

Setelah tiba di Pelabuhan Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, sang calo perekrut juga membantu mengurus transportasi, dan akan mengatur penginapan, urusan makan minum hingga nanti diterima bekerja di perusahaan sawit.

Selain kakaknya, kurang lebih ada 70 orang tenaga kerja lainnya dari berbagai desa di Kabupaten Sikka, yang direkrut calo dan sama-sama berangkat ke Kalimantan pada 12 Maret 2024 lalu.

Namun, faktanya berbeda seperti yang dijanjikan calo perekrut. Menurut Santi, seperti yang disampaikan kakaknya dan calon pekerja lain kepada dirinya, kordinator calo perekrut yang bernama Yuvinus alias Joker yang berjanji akan mengurus tempat tinggal di pondok dan juga menyiapkan makan dan minum, tidak menepati janjinya. Terpaksa untuk bertahan hidup, mereka bekerja memotong kayu untuk sekedar membeli beras.

“Mereka tinggal di pondok yang disediakan Joker itu, di dalamnya cuma ada alat dapur dengan parang, beras dan air minum atau air untuk masak sama sekali tidak ada,” ujar Santi.

Lanjutnya, setelah bertahan berhari-hari di pondok tanpa makan dan minum yang jelas, kakaknya mengalami sakit dan menyampaikan ke Joker untuk membantu berobat, namun tidak ada bantuan.

“Kakak Jodi akhirnya telfon istrinya di Hoder untuk cari uang berobat. Istrinya terpaksa jual babi besar seharga Rp 1 juta dan uangnya dikirim ke suaminya. Setelah dapat uang dari istri dan uang hasil penjualan HP milik Kakak Jodi, ia dengan anak lakinya Fransiskus Minggu menumpang mobil travel menuju ke rumah sakit di Kota Balikpapan. Namun, dalam perjalanan Kakak Jodi meninggal di atas mobil travel,” ungkap Santi.

Kata Santi, Jenazah Kakak Jodi beraama anak kemudian dibawa ke RS Balikpapan. Keluarga kemudian menelfon Joker untuk turut membantu biaya pemulangan jenazah dari Balikpapan ke Kabupaten Sikka.

Terhadap sebab kematian tidak diketahui pasti karena tidak ada autopsi yang dilakukan.

Keterangan foto:Jenazah saat dibawa menuju lokasi pemakaman di Kuta Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

“Kami kemudian telfon Joker sampaikan dia untuk bantu pemulangan ienazah. Untuk pengiriman jenazah, pihak rumah sakit minta Rp 24 juta, keluarga kemudian telfon Joker tetapi nomor HP tidak aktif. Kemudian keluarga minta saya ke Balikpapan untuk mengurus jenazah. Saya kemudian turun jemput jenazah sama anaknya sekalian. Saat itu, kami telfon lagi Joker, dia janji mau kirim uang, tetapi tidak ada kejelasan sampai keluarga putuskan untuk makamkan jenazah di tempat kerja saya di Kutai Kertanegara,” ungkap Santi.

Lanjutnya, almarhum Jodi kemudian dimakamkan di Kutai Kertanegara pada Jumat (29/3/2024) pukul 17.00 WITA.

Luput dari Pemantauan Aparat, 72 Tenaga Kerja Ilegal Lolos Berangkat dari Pelabuhan L.Say

Ari warga Kampung Galit yang merupakan salah satu tenaga kerja yang direkrut calo Joker, dalam rekaman yang diterima media ini, mengatakan, para perekrut ini mendatangi kami dengan menyampaikan bahwa mereka ada cari tenaga kerja untuk kerja di perusahan sawit di Kalimantan.

“Dapatlah kami ini sekitar 72 orang. Pas sampai di Pelabuhan L.Say mau naik kapal KM Lambelu, kami disuruh pisah-pisah atau tidak boleh kerumunan. Nanti ketahuan,” ungkap Ari.

Lanjutnya, saat kami sudah di atas kapal, Joker kemudian menelfon dan mengatakan, ia nanti sebentar baru naik kapal. Kami menunggu, namun Joker tidak naik kapal. Ternyata Joker dengan mobil menuju ke Larantuka.

“Sampai di Larantuka dia (Joker) naik kapal dengan kami, dalam perjalanan dia kemudian cerita bahwa “saya sebenarnya naik kapal di Maumere tetapi banyak orang incar-incar saya.Sampai saya bayar polisi Rp 5 juta,” ungkap Ari.

Dikatakan Ari, setibanya di Pelabuhan Kota Balikpapan, kami turun lalu naik taksi menuju terminal bus dan lanjut dengan menumpang bus. Perjalanan kemudian berlanjut sampai di Simpang Kalteng, kami yang ada dalam 3 bus turun semua. Kemudian dari situ, kami dipisahkan dalam dua kelompok.

“Sisanya kami yang 1 bus kemudian berangkat dari Simpang Kalteng ke tempat yang mereka sebut Kamp Baru. Kami turun disitu. Joker melalu suruhannya Yanto yang membawa kami. Yanto tadi sampaikan ke kami, kalau sampai di Kamp Baru, ada orang tanya bilang saja kami ini nyasar,” kata Ari.

Kata Ari, setibanya di Kamp Baru, malam itu kami tidur di bangunan tanpa dinding namanya Tempat Penitipan Anak (TPA). Kami kemudian dipindahkan lagi di klinik.

“Untuk makan minum kami mesti tunggu dari orang suruhan Joker mengantar makanan. Makan pagi kadang tunggu sampai malam baru diantar. Kami sampai dikasih nasi basi. Terpaksa kami tidak makan, barulah mereka mengambil nasi untuk kami makan,” tambah Ari.

Setelah itu, kami dikasih parang dan alat dapur katanya mau masuk kerja. Kami pun dibawa lagi ke sebuah pondok yang tidak ada peralatan dapur, peralatan tidur dan lampu. Kami terpaksa bertahan di pondok itu. Untuk makan, kami diminta untuk tunggu saja karena nanti diantar nasi.

“Kami tungu sampai jam 11 malam tidak ada nasi yang diantar. Kami kemudian pulang Kamp. Sampai di Kamp yang ada kantor, kami tanya ke mereka, kenapa tidak ada makanan untuk kami. Bagaimana kami bisa kerja kalau tidak ada makanan yang masuk. Paginya saya dipanggil menghadap kemudian ditanya mau kerja atau tidak? Saya sampaikan, kami butuh makanan baru bisa kerja. Bos itu bilang nanti kami informasikan ke Pa Yuvinus. Kami tunggu berhari-hari tidak ada informasi,” jelas Ari.

Keterangan foto:Pondok tempat warga yang direkrut calo Joker untuk tempat tinggal sementara.

Setelah berhari-hari menunggu dan makan dengan membantu memotong kayu untuk dijual, Kakak Yodianus (Jodi) ini jatuh sakit.

“Saya kemudian telfon Pa Yuvinus sampaikan bahwa Kakak Jodi sakit parah, sebaiknya pulangkan saja dengan anaknya. Pa Yuvinus janji akan carikan tiket. Namun sampai Kakak Jodi meninggal, tiket kapal tidak ada.
Dia juga suruh rujuk ke rumah sakit. Suruh kami semua ikut.Tetapi kami uang satu sen pun tidak ada. Jadi kami tidak ada biaya sama sekali untuk kesana.

Pada hari hari Kamis, 28 Maret 2024, Kakak Jodi dan anaknya terpaksa turun ke Balikpapan karena ada uang yang dikirim istrinya. Uang itu rencananya selain untuk berobat juga untuk beli tiket pulang kembali ke Maumere.

“Namun, turun sampai di pertengahan jalan, Kakak Jodi meninggal. Meninggal ini bukan karena penyakit tetapi karena lapar, kami tidak dikasih makan,” ungkap Ari.

Keluarga Datangi Polres Sikka untuk Melaporkan Kasus Tersebut

Pada Senin (1/4/2024), media ini mendatangi rumah duka almarhum Yodimus Moan Kaka di RT 17 RW 08, Kampung Wairbaba, Desa Hoder.
Saat itu, ada istri almarhum, Maria Herlina Mbadi dengan 2 anaknya Novan berumur 2 tahun dan Maria Kajila berumur 11 tahun duduk di bangku kelas 4 SD dan pada Juni ini akan menerima Sakramen Komuni Suci Pertama (Sambut Baru). Ada pula ketua RT setempat dan anggota keluarga lainnya.

Rumah yang ditempati adalah sebuah rumah berukuran sekitar 8×6 meter berdinding pelupuh bambu setengah tembok dan berlantaikan tanah.

Dalam pembicaraan dengan media ini, Ketua RT 17, Ibu Yus mengatakan, selaku Ketua RT dirinya sama sekali tidak mengetahui ada perekrutan tenaga kerja melalui calo untuk diberangkatkan kerja di Kalimantan. Dia hanya mendapatkan informasi bahwa ada warganya yang mau berangkat ke Kalimantan untuk mencari kerja.

Sementara itu, keluarga almarhum, Ambrosius Nong Yoris, mengungkapkan, pihak keluarga sejumlah 5 orang pada Jumat (29/3/2034) pukul 1.00 WITA, mendatangi Polres Sikka di SPKT untuk melaporkan masalah yang dialami pamanya Yodimus Moan Kaka hingga meninggal di Balikpapan.

“Kami adukan di SPKT Polres Sikka, namun kami disuruh pulang oleh petugas piket untuk buat pengaduan secara tertulis dan datang antar ke Polres,” ungkapnya.

Hingga berita ini diterbitkan, media ini telah berusaha menghubungi Yuvinus alias Joker via telepon, namun nomor yang dihubungi tidak aktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *