Sengketa Lahan Pembangunan PAUD di Desa Ladogahar, Seorang Anggota DPRD Sikka dan Kades Digugat di PN Maumere
MAUMERE-Sengketa lahan untuk pembangunan PAUD Santa Mathilda di Dusun Natawulu, Desa Ladogahar, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka berujung gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Maumere. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini dilakukan oleh Agustinus Nurak yang mengklaim sebagai pemilik lahan pada lokasi pembangunan PAUD Santa Mathilda itu.
Adapun pihak yang digugat yakni; Hubertus Karlince selaku penjual (Tergugat 1), Sufriance Merison Botu selaku pembeli kedua (Tergugat 2), Antiokhus Ante selaku Kepala Desa Lado Gahar (Tergugat 3) dan Gervasius Gete selaku BPD (Tergugat 4).
Agustinus Nurak, melalui kuasa hukumnya; Viktor Nekur, SH., dan Sherly Irawati Soesilo, SH., dari Orinbao Law Office dalam keterangannya kepada media, Jumat (01/12/2023) menyatakan, gugatan tersebut dilakukan setelah permintaan Agustinus Nurak agar pembangunan PAUD yang berada di lahannya dihentikan tidak diindahkan oleh para pihak.
“Bagi kami pihak-pihak yang menguasai bidang tanah dan melakukan pembangunan itu telah melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak hukum klien kami atas bidang tanah itu. Pendasarannya adalah karena data yang kami pegang, jual beli atas bidang tanah itu terjadi pada tahun 2008 antara Hubertus Karlince dengan Agustinus Nurak. Perjanjian jual beli dibuat di hadapan kepala desa Ladogahar atas nama Antiokhus Ante dengan dilengkapi kwitansi. Tanah itu sejak 2008 sampai dengan saat ini dibawah pengawasan Agustinus Nurak melalui keluargannya, karena di bidang tanah itu ada kubur dari kakek dan nenek dari Agustinus Nurak ini,” ujar Viktor Nekur.
Lanjut Viktor Nekur, Agustinus Nurak mengetahui jika tanah seluas 370,5 M2 tersebut telah berpindah tangan ke Sufriance Merison Botu, setelah dihubungi oleh Gervasius Gete yang adalah anggota BPD di Desa Ladogahar.
Dokumen jual beli pertama Nomor: Pem.02/DLG/I/2008 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Ladogahar dan ditandatangani oleh Antiokhus Ante selaku Kepala Desa Ladogahar. Dokumen pertama yang dikeluarkan pada tahun 2008 tersebut menerangkan jual beli antara Hubertus Karlince selaku pemilik lahan (penjual) dan Agustinus Nurak (pembeli) atas lahan bernama Lawan Gete dengan luas lahan 379,5 M2 seharga Rp. 3 juta dengan batas batas; sebelah Utara (jalan raya), Selatan (Antonius Rotat), Timur (Ambon Mitat) dan Barat (Andreas Avelinus).
Dokumen jual beli kedua Nomor; DLG.145.49/SKJBT/VII/2023 dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Ladogahar dan ditandatangani oleh Antiokhus Ante selaku Kepala Desa Ladogahar. Dokumen kedua yang dikeluarkan pada tanggal 26 Juni 2023 tersebut menerangkan jual beli antara Hubertus Karlince alias Muhammad Thoriq (penjual) dan Sufriance Merison Botu (pembeli) atas lahan dengan nama Pau Baler dengan luas 379,5 M2 seharga Rp. 30 juta dengan batas; sebelah Utara (jalan raya), Selatan (Antonius Rotat), Timur (Ambon Mitat) dan Barat (Maria Goreti).
Menurut Viktor, asas hukumnya adalah.jual beli dilakukan ketika terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam konteks lahan tersebut lanjut Viktor, setelah terjadi pembayaran dari Agustinus Nurak kepada Hubertus Karlince, maka saat itulah telah terjadi peralihan hak.
“Langkah gugatan ini juga untuk mencegah terjadinya kerugian negara. Sebab, dengan adanya gugatan ini maka lahan tersebut berstatus quo. Maka bangunan tersebut belum bisa dimanfaatkan,” jelas Viktor.
Ia juga menyampaikan, sebelum melakukan gugatan ke PN Maumere, pihak Agustinus Nurak melalui pamannya bernama Robertus Belarminus juga telah mengupayakan agar semua pihak untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan tersebut sebelum pekerjaan dilanjutkan. Kendati demikian, upaya tersebut mendapat reaksi penolakan dari para pihak. Bahkan, pagar lahan tersebut yang ditancap sebagai bentuk larangan agar pembangunan dihentikan, malah dibongkar.
Sementara itu, Robertus Belarminus selaku paman Agustinus Nurak menyayangkan sikap para pihak yang mengabaikan permintaan pihaknya untuk menghentikan sementara pembangunan PAUD sebelum persoalan lahan diselesaikan.
Robert mengaku, pihaknya sangat memahami esensi keberadaan PAUD tersebut bagi warga Desa Ladogahar dan tidak bermaksud untuk tidak mendukung program desa dalam bidang pendidikan. Hanya saja kata Robert, ada persoalan lahan yang mesti diselesaikan lebih dahulu.
“Sebagai warga yang turut serta memprakarsai berdirinya Desa Ladogahar, saya sangat mendukung program desa di bidang pendidikan. Tetapi ini ada persoalan lahan yang mesti diselesaikan. Ada hak hukum pihak lain yang juga mesti dilindungi. Oleh karena itu kami memilih melakukan gugatan demi kebenaran dan keadilan,” tandasnya.
Son Botu: Dalam Kasus Ini Saya Juga Korban, Uang Saya Ditipu Puluhan Juta
Ditemui terpisah, pembeli lahan yang juga adalah Anggota DPRD Sikka, Sufriance Merison Botu mengatakan, seluruh proses jual beli tanah untuk lokasi pembangunan PAUD yang saat ini disengketakan, terjadi pada saat almarhum Arkadius Arias menjadi Kepala Desa Ladogahar, dimana proses ini dilalui sekitar 3 tahun lalu.
Terkait riwayat tanah maupun status tanah yang kemudian disengketakan itu, Son Botu mengatakan bahwa Pemdes Ladogahar yang lebih tahu, dan dirinya percaya kepada Pemdes Ladogahar yang saat itu diwakili oleh Kades Ladogahar, Arkadius Arias (almarhum).
Son Botu kemudian menceritakan kronologi dirinya membeli tanah yang kemudian dihibahkan untuk pembangunan PAUD dan kini tengah disengketakan.
Kata Son Botu, suatu sore ketika pulang dari kebun, ia didatangi oleh kepala desa Ladogahar saat itu, Arkadius Arias dan menyampaikan bahwa pihaknya memiliki lembaga PAUD Santa Mathilda di Desa Ladogahar yang sudah 12 tahun tidak memiliki gedung. Dengan kondisi ketiadaan gedung, anak-anak berpindah dari satu rumah ke rumah lain, lalu ke Pos PAUD.
Lanjutnya, betulan ada orang yang mau menjual tanahnya untuk dijadikan lokasi pembangunan PAUD yakni Hubertus Karlince.
“Kalau beli tanah, saya juga masih kesulitan uang karena kondisi belum bisa. Dijawab Kades Arkadius untuk diusahakan jalan keluar dulu. Lalu saya tanya, dia mau jual berapa, kades sampaikan mau dijual Rp 30 juta. Jadi, sampai pada transaksi jual beli, saya tidak berurusan dengan Hubertus, saya hanya berurusan dengan kepala desa. Dengan harga 30 juta, kami sepakati untuk 3 kali bayar jual beli tanah. Transaksi itu kemudian dilakukan,” ungkap Son Botu.
Setelah melakukan pelunasan pembayaran tanah, kata Son Botu, dirinya kemudian berangkat ke Semarang untuk bertemu dengan Hubertus Karlince dan menyerahkan dokumen jual beli tanah untuk ditandatangani secara langsung.
“Setelah pelunasan pembelian, saya kemudian bertemu Hubertus di Kampung Bawen, Semarang, dan minta dia tanda tangan dokumen jual beli. Hubertus dengan sadar menandatangani sesuai point yang diatur dalam surat perjanjian sehingga semua proses jual beli terjadi. Si Hubertus juga sampaikan dalam pernyataan di video, silahkan dibangun PAUD nya, kalau sampai ada yang menggugat nanti berurusan dengan dia,” ungkapnya.
Kata Son Botu, setelah pulang ke Sikka, saya juga sampaikan ke Pemdes Ladogahar dan kemudian ada penyerahan tanah secara simbolis saat apel HUT kemerdekaan RI di Lapangan Golden Nita pada 17 Agustus 2023 lalu.
“Dikarenakan akan dilakukan pembangunan PAUD di lokasi tanah yang saya beli itu, dimana ada juga alokasi dana desa, saya pun meminta untuk ada pertemuan dengan masyarakat Desa Ladogahar. Dalam pertemuan itu, saya menyampaikan seluruh proses jual beli telah selesai dengan dokumennya,” ujarnya.
Ketika sudah mulai dilakukan pembangunan PAUD pada tanah yang dihibahkannya itu, tidak ada keributan, namun ketika sudah hampir selesai pembangunan yakni ketika pengerjaan kuda-kuda atap rumah, barulah ada pihak yang datang menyampaikan ke Pemdes Ladogahar bahwa pembangunan PAUD itu sebaiknya dihentikan dulu, karena urusan tanah tersebut belum selesai di dalam keluarga.
“Yang paling penting adalah saya membeli tanah itu bukan untuk memperkaya diri. Saya hanya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk dunia pendidikan khususnya untuk PAUD dimana mereka kesulitan dan terlantar kesana kemari, lalu ada permintaan masyarakat melalui kepala desa, dengan segala kekurangan saya, saya berusaha membeli tanah itu dan saya hibahkan kepada Pemerintah Desa Ladogahar untuk pembangunan PAUD Santa Mathilda,” ujarnya.
Son Botu juga menyampaikan, pada proses jual beli tanah itu terjadi, sama sekali tidak ada pembicaraan dengan Kepala Desa Ladogahar bahwa tanah yang disengketakan itu telah dijual kepada pihak lain.
“Mereka hanya menyampaikan bahwa Hubertus Karlince mau jual tanah dengan harga Rp 30 juta. Pertanyaan bahwa tanah itu telah dijual kepada pihak lain, terjawab saat saya di Semarang, dimana Hubertus Karlince menceritakan bahwa tanah itu pernah ada transaksi antara dirinya dengan si Agustinus Nurak. Lalu dia sampaikan, kalau besok lusa, Agustinus Nurak gugat nanti berurusan dengan dia. Jadi semua persoalan yang akan terjadi adalah menjadi tanggung jawab Hubertus dan itu tersampaikan dalam surat perjanjian jual beli,” ujarnya.
Son Botu menegaskan, dirinya sama sekali tidak tahu kalau tanah itu sudah dijual kepada Agustinus Nurak. Ia baru mengetahui setelah bertemu secara langsung dengan Hubertus Karlince di Semarang.
“Saya merasa saya juga menjadi korban. Saya menjadi korban dari bisa jadi konspirasi diantara mereka sesama keluarga untuk menipu saya. Karena si Agustinus Nurak dan Hubertus Karlince ini kakak beradik . Kenapa ketika proses awal tidak disampaikan bahwa tanah itu sudah dijual, namun ketika uang sudah diterima dan sudah tanda tangan kwitansi baru Hubertus ceritakan bahwa dia sudah pernah berurusan jual beli dengan Agustinus Nurak. Sesungguhnya saya tidak perlu menjadi bagian dari masalah ini, karena saya beli tanah ini juga tidak untuk memperkaya diri, benar-benar ini murni untuk memenuhi permintaan masyarakat. Ketika di proses pengadilan seperti ini, saya menjadi korban, uang saya ditipu puluhan juta,” ujar Son Botu.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan