Rumah Rakyat AWK Sikka Gelar Pelatihan Pengolahan Pakan Babi Secara Fermentasi

waktu baca 5 menit
Keterangan foto:Para peserta pelatihan tengah belajar membuat pakan secara fermentasi dibimbing narasumber, Robi Gamar di Rumah Rakyat AWK Sikka, Minggu (23/7/2023) siang. Foto:istimewa.

MAUMERE-Anggota DPD RI (Senator) Angelius Wake Kako (AWK) melalui sekretariat Rumah Rakyat AWK Sikka, pada Minggu (23/7/2023) siang, menggelar pelatihan pengolahan pakan ternak babi secara fermentasi.

Pelatihan ini menghadirkan narasumber seorang peternak babi asal Kabupaten Manggarai, Robi Gamar, yang spesialis dalam mengolah pakan babi secara fermentasi.

Pelatihan yang berlangsung di Rumah Rakyat AWK, Bolawolon, Kecamatan Kangae ini diikuti 25 peserta dari berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Sikka.

Perwakilan Rumah Rakyat AWK Sikka, Mario WP Sina menuturkan, pelatihan sehari ini diikuti 25 peserta yang berasal dari berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Sikka.

“Harapannya dengan pelatihan ini, peserta bisa kembali ke rumah dan mempraktikan pembuatan pakan secara fermentasi sehingga bisa menghemat waktu dan biaya dalam pengolahan pakan,” ujarnya.

Anggota DPD RI, Angelius Wake Kako, pada kesempatan membuka pelaksanaan pelatihan, mengatakan,
Pelatihan ini adalah inisiatif yang bagus dan bermanfaat dari Rumah Rakyat AWK Sikka.

Menurutnya, tim Rumah Rakyat AWK Sikka sudah memulai sesuatu yang menjadi kegelisahan kita yang diaplikasikan dalam gerakan yang mungkin kecil tetapi outputnya bisa berdampak pada outcomenya.

Ia menuturkan, pelatihan pengolahan pakan babi secara fermentasi sengaja digelar berangkat dari kegelisahannya dimana pada tahun 2019, ia termasuk korban, ternak babi miliknya banyak yang mati.

“Ketika virus ASF menyerang ternyata bukan hanya di NTT tetapi juga Medan, dan Bali. Wilayah seperti Medan dan Bali ada demo. Ada apa ini sebenarnya, babi mati dan seperti mungkinkah ada permainan. Karena babi mati dan berdampak pada punahnya babi di Indonesia,” ujarnya.

Dalam kasus kematian babi akibat virus ASF, Senator AWK melihat respon Kementerian Pertanian selaku pemerintah sangat lamban dibandingkan dengan respon pada penyakit yang menyerang hewan lain, semisal sapi atau kerbau.

Keterangan foto:Para peserta pelatihan tengah belajar membuat pakan secara fermentasi dibimbing narasumber, Robi Gamar di Rumah Rakyat AWK Sikka, Minggu (23/7/2023) siang. Foto:istimewa.

“Responnya berbeda. Apakah karena babi menjadi tidak penting dalam konteks Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan itu juga terus dari hari ke hari pada diri saya dan kemudian saya memikirkan akan berdampak pada hilangnya identitas orang Flores atau NTT, jika babi ini punah. Babi bukan sekedar binatang, babi adalah identitas.
Kalau babi hilang dalam peredaran, dalam setiap rumah, budaya orang NTT dengan sendirinya hilang.
Karena sejak dulu kita sangat identik babi dengan budaya NTT,” tegasnya.

Lanjutnya, kegelisahan itu kemudian dibawa Tuhan dalam perjumpaannya dengan Bung Robi, seniornya dan mantan ketua PMKRI Denpasar. Dimana Bung Robi, menginformasikan, bahwa ada sebuah desa di Bali namanya Desa Luwus, yang mampu memproteksi ternak babi sehingga tidak terserang ASF.

“Beliau dengan kemampuan wartawan di Denpasar, diskusi dan diterima oleh komunitas itu. Beliau diberikan pelatihan dan mengajak saya untuk pergi ke Desa Luwus dan saya pergi kesana. Kami kesana dan saya melihat sendiri proses kehidupan mereka di kampung itu dan melalui diskusi kecil berpikir kita mesti berbuat di Flores juga,” ujarnya.

lanjutnya, dengan pengalaman dan praktik cerdas di Desa Luwus itu, pihaknya kemudian mengkonkretkan dengan melaksanakan pelatihan pengolahan pakan fermentasi di Flores.

“Di Desa Luwus ternyata dengan pengolahan secara fermentasi, babi bisa tahan terhadap penyakit. Kedua, mampu menghemat biaya produksi pakan. Ternyata dengan pola produksi pakan secara organik di Luwus, ada penghematan terhadap biaya pakan.
Kenapa kita tidak pake itu. Supaya ada penghematan,” ujarnya.

Lanjutnya, dengan pengalaman yang ada, sudah saatnya kita membangun pakan berbasis komunitas. Karena hampir sebagian besar petani, peternak di NTT menggantungkan ternaknya terhadap keberadaan pakan dari luar, dimana hampir sebagian besar pakannya dibeli.

“Kalau semua bergantung dengan pakan dari luar, suatu saat kita bisa distel orang. Dengan bahan pakan lokal, dimana semua bahan ada di sekitar kita. Hanya bakteri yang dibeli,” ujar Senator Angelo.

Ia berharap para peserta bisa mengikuti dengan baik dan semoga berguna tentunya.

“Paling terakhir, spirit kita adalah spirit berbagi. Jangan pernah berpikir setelah dapat ilmu ini kemudian simpan untuk kita. Pengalaman sudah menunjukkan semakin banyak babi semakin banyak kebutuhan. Alam sudah mengatur semuanya dengan keseimbangannya,” ujarnya.

Sementara itu, narasumber pelatihan, Robi Gamar mengatakan, pakan fermentasi memiliki beberapa kelebihan terutama bahan baku pakan yang mudah diperoleh di sekitar kita dan proses pembuatannya tidak memakan waktu lama.

Lanjutnya, pakan secara fermentasi ini juga memiliki beberapa kelebihan karena kandang relatif tidak mengeluarkan aroma yang tak sedap karena sudah terurai di dalam pencernaan babi.

Pada kesempatan itu, para peserta dan narasumber mempraktekkan pembuatan pakan fermentasi. Dimulai dari penyiapan bahan hijauan berupa batang pisang, daun marungge, daun pepaya dan hijauan lainnya. Semua bahan itu dicacah. Komposisi bahan 70:30 atau 70 persen hijauan dan 30 persen dedak. Kemudian hahan yang telah ditimbang, dicampur dengan dedak padi dan dedak jagung.

Setelah semua hijauan dan dedak dicampur kemudian diratakan lalu disiram dengan bakteri pengurai. Setelah disiram dengan bakteri, bahan pakan kemudian difermentasi pada tong fermentasi selama kurang lebih 12 jam.

“Setelah difermentasi selama 12 jam, bahan pakan sudah bisa dipakai untuk memberi makan ternak babi,” ujarnya.

Pantauan media ini, tampak para peserta antusias saat langsung mempraktikkan dengan bimbingan narasumber Robi Gamar.

Usai pelatihan, para peserta dan narasumber sepakat untuk berkordinasi dalam sebuah Wa Grup untuk berdiskusi terkait kendala yang dialami saat mempraktikkan pengolahan pakan secara fermentasi di rumah masing-masing.

Sikka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *