Persoalan Status Hukum Kepemilikan Yayasan Nusa Nipa, DPRD Sikka Akan Laporkan ke APH dan Undang Praktisi Hukum Lakukan Kajian

waktu baca 9 menit
Keterangan foto:Konfrensi pers di ruang sidang utama DPRD Sikka, Selasa (4/6/2023) siang.

MAUMERE-Lembaga DPRD Kabupaten Sikka pada Selasa (4/6/2023) siang, menggelar konfrensi pers bertempat di ruang sidang utama DPRD Sikka.

Konfrensi pers itu menyoroti persoalan status hukum kepemilikan Yayasan Nusa Nipa Maumera dan sikap DPRD Sikka terhadap upaya penegerian Unipa.

Hadir dalam konfrensi pers, Wakil Ketua DPRD Sikka, Gorgonius Nago Bapa, pimpinan Fraksi PAN, Philipus Fransiskus, Fraksi Hanura, Wenseslaus Wege, Fraksi PKB, Simon Subandi, Fraksi Gerindra, Fransiskus Stephanus Say, dan Fraksi Gabungan Demokrat Adil Sejahtera, Alfridus Aeng.

Wakil Ketua DPRD Sikka, Gorgonius Nago Bapa didampingi 6 pimpinan fraksi DPRD Sikka, mengungkapkan, eksistensi Yayasan Nusa Nipa yang mengelola lembaga pendidikan Unipa Maumere menjadi perbincangan luas. Hal unik yang menjadi perdebatan adalah keterkaitan dengan status kepemilikan Unipa.

Menurutnya DPRD secara kelembagaan mendukung penuh upaya penegerian Unipa. Hal ini dibuktikan dengan persetujuan DPRD untuk menyediakan lahan 30 ha milik Pemda Sikka sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam penegerian Unipa, DPRD bersama pemda dan pihak Yayasan Nusa Nipa bersama-sama bertemu Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, dan pendekatan-pendekatan politis lainnya yang dilakukan DPRD Sikka.

“Jadi sangat naif, jika ada pihak yang sangat tidak bertanggung jawab mengatakan ada upaya dari DPRD untuk menghambat atau tidak mendukung proses perubahan status Unipa menjadi perguruan tinggi negeri,” ungkap Us Bapa, demikian ia akrab disapa.

Kronologi dan Polemik Seputar Perubahan Akta Pendirian Yayasan Nusa Nipa Menurut DPRD Sikka
Dalam proses penegerian Unipa, persoalan status hukum kepemilikan Yayasan Nusa Nipa Maumere terus menjadi polemik.

Ketika kepemimpinan Drs. Alexander Longginus sebagai Bupati Sikka periode 2003- 2008, dengan komitmen untuk membangun sebuah perguruan tinggi di Kabupaton Sikka, maka dibuatlah Akta Pondirian Lembaga Pendidikan Tinggi Nusa Nipa dengan Nomor 05, tanggal 8 Oktober 2003.

Dengan adanya Akta Pendirian Lembaga Pendidikan Tinggi Nusa Nipa Nomor 05 tersebut, selanjutnya DPRD memberikan persetujuan dengan Keputusan DPRD, Nomor 17/DPRD/2003, tanggal 10 Desember 2003 yang merekomendasikar kepada Pererintah Daerah untuk mendirikan sebuah Perguruan Tinggi di Kabupaten Sikka.

Bahwa Akta Nomor 05 tersebut secara jelas menyebutkan bahwa; Tuan Doktorandus Aiexander Longginus, Bupati Sikka, Tuan Drs. Yoseph Ansar Rera, Wakil Bupati Sikka, Tuan Doktorandus Dominikus Parera; Sekretaris Daerah Sikka, Tuan Origines Lusi Meak Gudipung, Ketua DPRD Kabupaten Sikka, menurut keterangan mereka dalam hal ini bertindak dalam jabatan masing-masing tersebut diatas, dari dan untuk dan atas nama Pemerintahan Kabupaten Sikka.

Bahwa Modal atau Kekayaan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 19 ayat (1) Akta Nomor 05 menyebutkan; “kekayaan permulaan dari lembaga Pendidikan ini terdiri dari uang tunai sejumlah Rp. 2.000.000.000,- (dua miliyar rupiah) dan peralihan harta/inventaris Pemerintah Kabupaten Sikka.

Dari Akta Nomor 05 tersebut diatas jelas menunjukan bahwa Yayasan Nusa Nipa adalah milik Pemerintah Kabupaten Sikka dengan mendapat legitimasi dari DPRD Sikka.

Terhadap Akta Nomor 05 dengan terbitnya Akta Nomor 21 Tahun 2004 tanggal 22 Oktober 2004. Perubahan Akta Nomor 05 ke Akta Nomor 21 yang menurut para pendlri/pembina Yayasan Nusa Nipa berdasarkan saran dan catatan dari Kementerian Hukum dan Ham RI untuk disesuaikan dengan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dergan UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Hal ini juga menjadi dasar alasan mengapa Aggaran Dasar pendiriannya dimuat dalam Akta Nomor 05 belum mendapatkan pengesahannya dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubiik Inconesia.

Setelah dilakukan penyesuaian terhadap Akta Nomor 05 ke Akta Nomor 21 barulah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Pengesahan Kedua Akta tersebut baik Akta Nomor 05 maupun Akta Nomor 21 tersebut dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : C-187.HT.01.02.TH 2005, dimana dalam Diktum Keputusannya pada Diktum Pertama; menyebutkan:Memberikan Pengesahan Akta Pendirian. Yayasan : Yayasan Pondidikan Tinggi Nusa Nipa, NPWP : 01.767.903.6 921.000 Berkedudukan di Maumere, Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara,Timur, sesuai Akta Nomor 05 tanggal 8 Oktober 2003 dan Akta Nomor 21 tanggal 22 Oktober 2004 yang dibuat oleh Notaris Gervatius Portasius Mude, SI berkedudukan di Maumere, pada tanggal 15 Pebruari 2005.

Dengan demikian jelas juga disini bahwa, Akta Nomor 05 Tahun 2003 yang dikeluarkan oieh Notaris bukan merupakan Nomnor Administrasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM melainkan Nomor Akta Pendirian Lembaga Pendidikan Tinggi Nusa Nipa.

Terhadap keberadaan Akta Nomor 21 sebagaí Perubahan dari Akta Nomor 05 oleh para pendiri/pemhina tanpa melalui sebuah diskusi hersama DPRD. Artinya DPRD tidak dilibatkan dalam proses perubahan Akta dimaksud berikut penjelasan-penjelasanya mengapa perlu dilakukan perubaan terhadap Akta Nomor 05 tersebut.

Dengan demikian, munculah perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap kedua Akta tersebut baik Akta Nomor 05 maupun Akta Nomor 21 antara Bupati Sikka dan Anggota DPRD terkait kepemilikan Yayasan Nusa Nipa Maumere.

Perbedaan pandangan dan pendapat tersebut dapat dilihat dari :
1.Para pendiri yang semula dalam Akta Nomor 05, menyebutkan bahwa para pendiri yang menurut keterangan mereka ‘dalam hal ini bertindak dalam jabatan masing-masing tersebut diatas, dari dan untuk dan atas nama Pemerintahan Kabupaten Sikka, pada Akta Nomor 21 rumusan kalimat tersebut dihapus atau tidak termuat dalam Akta Nomor 21.

Ini mengartikan bahwa para pendiri dalam mendirikan Yayasan Nusa Nipa bertindak secara perorangan sesuai dengan Undang-Undang Yayasan Pasal 9 Ayat 1.

Kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 28 menyebutkan, larangan bagi kepala daerah dan Wakil kepala daerah; turut serta dalam suatu perusahaan baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau daiam Yayasan bidang apapun”.

Berlakunya UU Nomor 32 tahun 2004 ini memberikan makna larangan bagi Bupati dan Wakil Bupati untuk duduk dalam setiap organ Yayasan yang meliputi Pembina, Pengurus dan Pengawas. Ketiga organ Yayasan tersebut tidak boleh dijabat oleh Bupati atau pun Wakil Bupati.

Telah Dibentuk Tim Pengkaji Namun Hasilnya Belum Diimplementasikan

Menyimak seluruh persoalan tersebut, maka Bupati membentuk Tim Pengkaji yang melibatkan Tim Ahli dari Universitas Nusa Cendana Kupang ( Prof.Dr.Alo Liliweri dan Dr. John Kotan, SH, M.Hum), DPRD dan juga Pemda.

Kajian hukum yáng dilakukan oleh Tim pengkaji meliputi 3 substansi materi yaitu:
a. Apakah Pemda bolch mendirikan Porguruan Tinggi.
b. Apakah Unipa Milik Pemda, dan
c. Apakah Bupati dan Wakil Bupati boleh sebagai pembina dalam Yayasan Nusa Nipa.

Ketiga Substansi materi yang dibahas dan dikaji oleh Tim tersebut menghasilkan rekomendasi sebagai kesimpulan bahwa; Pemda boleh mendirikan Peryuruan Tinggi, Unipa adalah Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka dan Bupati dan Wakil Bupati boleh sebagai Pembina.

Walaupun telah dilakukan kajian dan hasilnya sudah diikuti hersama namun dalam implementasinya masih sulit untuk dilaksanakan.

Keberadaan Bupati dalam Organ Yayasan sebagai Pembina hingga saat ini tidak terlaksana kecuali ketika Drs. Alexander Longginus menjabat sebagai Bupati Sikka periode 2003-2008.

Demikian pun halnya status kepemilikan Yayasan Nusa Nipa sebagaimana disimpulkan oleh Tim pengkaji berikut saran dari Kementerian Hukum dan Ham RI ketika Tim dari Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan Konsultasi telah memberikan masukan dimana terhadap Akta Nomor 21 dalam pasal 7 dan pasal 11 perlu ditambah kata-kata pengikat yang akan membatasi keterlibatan Tuan Drs. Alexander Longginus Cs sebagai pembina dengan menambahkan kata-kata “Tuan Doktorandus Alexander Longginus adalah sebagai Ketua Pembina yang pada saat itu sebagaì Bupati Sikka dan seterusnya bagi àngġota pembina yang lain”.

Hal ini untuk menġeliminasi agar jabatan pembina pada waktu yang akan datang dapat disesuaikan dengan jabatan Bupati maupun yang lain-lain dalam lingkup Pemkab Sikka.

Perubahan Regulasi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan dicabut dan tidak berlaku sejak diundangkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaan Daerah, pada pasal 76 huruf b menyebutkan bahwa; “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang menjadi pengurus dalam suatu perusahaan baik milik swasta, milik negara/daerah, dan menjadi pengurus daiam Yayasan bidang apapun”.

Pengaturan pasai 76 huruf b ini memberikan posisi kepada Bupati untuk duduk dalam suatu Organ Yayasan baik sebagai pembina atau sebagai Pengawas, mengingat dalam Yayasan terdapat 3 Organ yaitu, Pembina, Pengurus dan Pengawas. Apabila Larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 huruf b, UU Nomor 23 tahuin 2014 tersebut, maka hanyalah Pengurus. Berbeda dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 28 Huruf c, menyebutkan bahwa; “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang turue serta dalam suatu perusahaanbaik milik swasta, milik negara/daerah, atau dalam Yayasan bidang apapun”. UU tidak menyebutkan secara tegas organ Yayasan mana yang dilarang torkait kcterlibatan Buati/Wakil Bupati dalam Yayasan.

Oleh karena itu, hal ini pun menjadi penting untuk dapat menempatkan posisi Bupati dan Wakil Bupati dalam kedudukannya sebagai Pembina pada Organ Yayasan Pendidikan Tinggi Nusa Nipa Maumere.

Secara kelembagaan DPRD Sikka periode 2004 – 2009 juga sudah merekomendasikan untuk diiakukan perubahan Kedua ternadap Akta Nomor 05 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Akta Nomor 21 Tahun 2004.

Pernyataan Sikap Lembaga DPRD Sikka Terkait Status Hukum Kepemilikan Yayasan Nusa Nipa

Terhadap keseiuruhan persoaian terkait status hukum kepemilikan Yayasan Nusa Nipa, maka pada hari ini Lembaga DPRD memutuskan melakukan konferensi pers untuk menyatakan sikap terkait beberapa hal yang juga merupakan Rekomendasi DPRD Kabupaten Sikka sebagai berikut :
1.DPRD kabupaten Sikka secara kelembagaan memberi apresiasi kepada Yayasan Nusa Nipa Maumere yang telah mengelola Universitas Nusa Nipa dengan baik dan mengahsilkan anak-anak Sikka menjadi sarjana -sarjana yang berkualitas di Kabupaten Sikka;

2.DPRD, Yayasan Nusa Nipa maumere dan pemerintah Kabupaten Sikka dalam dengan Pendapat tanggal 10 maret 2023 sepakat bahwa Universitas Nusa Nipa Maumere sejak berdirinya hingga saat ini adalah milik pemerintah Daerah kabupaten Sikka dan pemerintah tetap mencatat semua asset pemerintan yang sampai dengan saat ini masih digunakan oieh UNIPA sebagai aset Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka.

3.DPRD dalam setiap Rapat Dengar Pendapat sclelalu merokemendasikan agar Yayasan Nusa Nipa segera melakukan perubahan Akta Nomor 21 dengan memasukan nama Bupati/wakil Bupati dalam organ yayasan sebagai Dewan Pembina Yayasan Nusa Nipa untuk menjamin dan memastikan keterkaitan hubungan hukum antara Pemerintah daerah kabupaten Sikka dengan Yayasan Nusa Nipa yang menyelenggarakan·Universitas Nusa Nipa dan selanjutnya Pernerintah kabupaten Sikka memanggil Piak Yayasan Nusa Nipa untuk melakukan penyesuaian dan perubahan Akta dimaksud dengan mengatur masa jabatan dan merestrukturisasi kepengurusan Nusa Nipa agar tidak terjadi rangkap jabatan sesuai dengan Peraturan perundangan yang berlaku.

Akan tetapi sampai dengan saat ini, rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti oleh Pihak Yayasan dengan tetap mempertahankan argumentasi bahwa UU Yayasan mengamanatkan demikian dengan tidak menunjukkan atau membuktikan secara jelas bahwa hal tersebut diatur dalam Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan.

4.DPRD Sikka akan segera mengundang praktisi hukum dan akademisi untuk bersama mengkaji Akta Nomor 05 taun 2003 dan Akta Nomor 21 tahun 2004 dari perspektif hukum untuk mendapatkan masukan ataupun pendapat hukum.

5.Jika semua pendekatan poiitik yang diiakukan DPRD kepada Yayasan Nusa Nipa Maumere yang bertujuan untuk memperjelas status kepemilikan Yayasan Nusa Nipa tetap tidak ditindaklanjuti dan tidk ada perubahan yang dilakukan oleh Pihak Yayasan Nusa Nipa Maumere, maka DPRD akan mengambil sikap untuk melaporkan hal ini pada pihak Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kejaksaan.

“Demikian sikap DPRD Kabupaten Sikka terhadap persoalan status hukum kepemilikan Yayasan Nusa Nipa Maumere, semoga apa yang kami sampaikan ini dapat menjawab pertaryaan masyarakat tentang sekap lembaga DPRD untuk tidak menimbulkan salah tafsir atas persoalan ini,” tutup Wakil Ketua DPRD Sikka, Us Bapa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *