Pemdes Namangkewa, Sikka, Fasilitasi 15 Penyandang Disabilitas Ketrampilan Membuat Krans Bunga

waktu baca 4 menit
Keterangan foto:Para penyandang disabilitas di Desa Namangkewa tengah belajar membuat krans bunga, Selasa (20/12/2022). Foto:Mario WP Sina.

MAUMERE-Pemerintah Desa Namangkewa, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, dengan dukungan dana desa, memfasilitasi pelatihan ketrampilan untuk para penyandang disabilitas di Desa Namangkewa.

Pelatihan yang berlangsung dari Selasa (20/12/2022) sampai Rabu (21/12/2022), diikuti oleh 15 penyandang disabilitas dan berlangsung di Aula Kantor Desa Namangkewa.

Hadir sebagai narasumber yakni seorang difabel sekaligus wirausahawan krans bunga dari Desa Paga, Paulus Vitalis Joa dan Staf Caritas Keuskupan Maumere, Andreas Akiles.

Kepala Desa Namangkewa, Nikolaus Nong Bale saat membuka kegiatan pelatihan mengatakan, saat ini kita tidak bisa lagi memandang para difabel berbeda, semua kita sama.

Oleh karena itu, dari Pemdes Namangkewa mengalokasikan anggaran dari dana desa untuk memberikan ketrampilan kepada kaum difabel di Desa Namangkewa.

Lanjutnya, dalam pelatihan yang berlangsung 2 hari, para difabel di Desa Namangkewa akan dilatih khusus ketrampilan dalam membuat krans bunga.

Untuk itu, pihaknya telah mendatangkan narasumber Paulus Vitalis Joa seorang pembuat krans bunga dan juga difabel dari Desa Paga.

Lanjut Kades Namangkewa, para peserta pelatihan janganlah berpikir bahwa membuat krans bunga itu hanya untuk kedukaan.

“Ini keliru, krans bunga itu dipesan untuk beragam hajatan. Ucapan profisiat ulang tahun dan apa semua bisa. Jika kalian yang dilatih telah lancar maka kita tidak perlu pesan jauh-jauh ke Maumere,” ujar Kades Namangkewa.

Dirinya berharap, dengan kapasitas dan ketrampilan yang dimiliki Pak Paul dapat dibagikan kepada para difabel di Desa Namangkewa, sehingga mereka juga memiliki ketrampilan yang sama untuk bekal hidup dan memperoleh pendapatan.

“Mudah-mudahan pagi ini sampai besok, bapak-ibu dan adik-adik bisa mendapatkan ilmu dan ketrampilan dari Pak Paul,” ungkap Kades Namangkewa.

Pantauan media ini, usai pembukaan, dilanjutkan pemaparan terkait inklusi dari Staf Caritas Keuskupan Maumere, Andreas Akiles.

Dikatan Andreas Akiles, dalam aksi kemanusiaan, semua orang berhak untuk hidup bermartabat, menerima bantuan kemanusiaan, dan mendapat perlindungan.

Semua orang termasuk kelompok rentan atau beresiko tinggi atau termarjinalkan.

Ia juga menyampaikan, inklusi yakni proses memperbaiki kondisi seseorang/kelompok yang sering termarjinalkan “tidak terlihat” agar mereka dapat mengakses kesempatan dan peluang untuk bisa berpartisipasi secara penuh dan setara aktivitas sehari-hari, termasuk dalam hal layanan publik.

“Pendekatan berbasis Hak melihat semua orang memiliki hak yang sama (tidak memandang identitas seseorang/komunitas seperti jenis disabilitas, gender, usia, orientasi seksual, suku, ras, agama,” ujarnya.

Lanjutnya, disabilitas dapat menjadi ‘pintu masuk’ yang lebih luas seperti mencakup gender dan usia.

Menurutnya, ketika penyandang disabilitas bersinggungan/berinteraksi dengan identitas lainnya terutama gender dan usia, hal ini dapat membuat kondisi orang tersebut semakin parah dalam hal kerentanan, kemiskinan dan realisasi hak.

Dirinya mengapresiasi Pemdes Namangkewa yang mengalokasikan anggaran bagi penyandang disabilitas di Desa Namangkewa untuk mengikuti pelatihan ketrampilan.

Menurut Andreas Akiles, inisiatif ini adalah langkah nyata dalam mengakomodir hak-hak disabilitas baik dari aspek perencanaan pembangunan sampai pada pelaksanaannya.

Ia juga mengatakan, ketrampilan yang diberikan ini akan melahirkan disabilitas yang memiliki karakter yang baik. Selain itu, dengan pengetahuan yang ditambahkan, akan menambah wawasan disabilitas dalam melakukan komunikasi dengan sesama tanpa membedakan (terwujud inkkusi).

Sementara itu, narasumber Paul Vitalis Joa, mengingatkan kaum difabel di Desa Namangkewa untuk percaya diri dan jangan memandang kekurangan sebagai kelemahan tetapi justru melihat sebagai kekuatan untuk memacu diri lebih maju.

Dinana-mana ketika ada kaum difabel, saya selaku katakan, lema itu lebih, kurang itu kuat. Jangan anggap remeh dengan difabel, kita pasti bisa,” ungkap Paul memotivasi peserta.

Usai memberikan motivasi singkat, dirinya langsung membagi peserta berjumlah 15 orang dalam 3 kelompok.

Mereka kemudian langsung belajar praktik membuat krans bunga, dengan bahan kerja yang telah dipersiapkan oleh Pemerintah Desa Namangkewa.

Tampak para difabel diajarkan dari awal dari mulai memilih bahan dengan memanfaatkan bahan bekas berupa kardus yang mudah didapat, menggunting pola kran bunga, memberi warna dan membuat aneka hiasan krans bunga yang disesuaikan dengan permintaan pembeli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *