Pemkab Lembata Utang Rp 2,4 Miliar pada Kontraktor Proyek Pembangunan 2 Puskesmas
LEMBATA- Ternyata proyek pembangunan puskesmas Wairiang di desa Bean dan puskesmas Balauring di desa Wowong, meninggalkan uutang miliaran rupiah kepada kontraktor.
Menurut CV. Lembah Ciremai, sisa utang yang mesti dibayar oleh pemerintah daerah kabupaten Lembata kepada mereka senilai Rp 2.4 miliar lebih.
“Sisa utang dua puskesmas, Bean dan Wowong Rp. 2.4 miliar lebih,” ungkap Berto Take, kuasa hukum kontraktor CV. Lembah Ciremai kepada media, Jumat (23/9).
Berto menuturkan, Pemda Lembata harus tanggung jawab atas segala kelalaian hukum yang mengakibatkan negara mengalami kerugian. Sebab, kliennya CV. Lembah Ciremai sudah melaksanakan seluruh pekerjaan proyeknya dan bahkan sudah serah terima.
Dia berujar, sesuai keterangan ahli konstruksi, pekerjaan pembangunan dua puskesmas tersebut sudah sesuai kontrak kerja dan aturan konstruksi.
Namun, karena pemerintah sebagai kuasa pengguna anggaran serta PPK lalai melakukan pengawasan maka membuat kliennya dirugikan.
“Pemda melalui PPK tidak bayar sisa uang kontrak, padahal pekerjaan sudah 100 persen,” ujar Berto.
Kasus mandeknya pembayaran pekerjaan proyek oleh Pemda Lembata ini muncul sejak tahun 2021 saat supplier dan para pekerja bangunan nekat menutup dua gedung Puskesmas itu pada Selasa 16 November 2021 silam.
“Masalahnya, uang ratusan juta rupiah milik supplier dan para buruh bangunan belum dibayar. Padahal, kedua gedung sudah digunakan untuk melayani orang sakit,” terangnya.
Masalah ini terus berlanjut sampai tahun 2022 dan Direktur CV. Lembah Ceremai, Johansah menggugat Bupati Lembata, Kepala Dinas Kesehatan dan PPK berinisial (PKM) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka melayangkan gugatan perdata karena Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, tidak melakukan pembayaran atas pembangunan dua unit puskesmas tersebut sementara pekerjaan telah dinyatakan 100% yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO).
Berdasarkan syarat umum surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan pada poin 68.2 huruf g dan h yang pada pokoknya menyatakan ‘Pembayaran hanya dilakukan setelah pekerjaan 100% (seratus persen) dan berita acara penyerahan pertama pekerjaan diterbitkan; dan PPK dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pengajuan permintaan pembayaran dari penyedia harus sudah mengajukan surat permintaan pembayaran kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
Prinsipnya, kata dia, jika pekerjaan tersebut sudah dinyatakan 100% dan dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO), Pemerintah Daerah wajib melakukan pembayaran.
“Pekerjaan klien kami sudah selesai, dan sejak bulan Maret 2021 lalu sudah di-PHO. Kenapa hak-hak kami belum dibayar. Pemda bayar, baru kami bisa lunasi hutang-hutang klien kami dengan supplier dan buruh bangunan,” katanya.
Kliennya sudah beberapa kali menemui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memproses pencairan dananya akan tetapi pihak Pemda beralasan macam-macam.
“Dulu bilang tunggu perubahan. Sekarang bilang APH (aparat penegak hukum) sudah masuk, sehingga dia takut membayar. Dan karena tidak ada niat Pemerintah Kabupaten Lembata dalam hal ini PPK untuk membayar dana pekerjaan proyek di dua puskesmas itu maka klien kami menggugat para pihak terkait termasuk Bupati Lembata,” paparnya.
Untuk diketahui, urusan penyelesaian pembayaran utang dari Pemda Lembata belum selesai karena masih disidangkan di PN. Sementara Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial PKM sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Lembata pada Kamis 22 September 2022 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Sebelumnya, pada Kamis 22 September 2022 sore, Kejaksaan Negeri Lembata menetapkan Petrus Kanisius Mudapue selaku PPK proyek dua puskesmas tersebut sebagai tersangka.
Untuk puskesmas Wairiang di desa Bean sendiri nilai proyeknya Rp.5.981.353.000. Sementara untuk puskesmas Balauring di desa Wowong nilai proyeknya Rp.5.944.072.471.
“Dan berdasarkan ekspos Perkara oleh Tim Penyidik hari Rabu 21 September 2022, didasarkan alat bukti, keterangan saksi-saksi sebanyak 17 orang dan Ahli (Ahli Konstruksi, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa dan Ahli Akuntan Publik independen), bukti surat yang telah disita secara sah ditemukan adanya perbuatan melawan hukum oleh PPK yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.2.981.025.470,” ungkap Azrijal.
“Dan berdasarkan ekspos Perkara oleh Tim Penyidik hari Rabu 21 September 2022, didasarkan alat bukti, keterangan saksi-saksi sebanyak 17 orang dan Ahli (Ahli Konstruksi, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa dan Ahli Akuntan Publik independen), bukti surat yang telah disita secara sah di temukan kerugian negara sebesar Rp. 1.016.828.313,” sambung Azrijal.