PB IDI Tidak Memiliki Legal Standing untuk Memecat Dr. Terawan Agus Putranto

waktu baca 3 menit

Oleh : Marianus Gaharpung (Praktisi Hukum dan Dosen Hukum Universitas Surabaya)

Peristiwa pemecatan dr. Terawan Agus Putranto oleh PB IDI di Muktamar Aceh adalah tidak sah sehingga tidak memiliki akibat hukum bagi dokter Terawan Agus Putranto.

Mengapa dikatakan batal demi hukum karena alat ukur keabsahan suatu keputusan yang dikeluarkan perorangan atau badan/organisasi adalah apakah badan atau organisasi itu memiliki kewenangan atau tidak ketika mengeluarkan keputusan dimaksud, sesuai prosedur atau tidak keputusan tersebut  serta apakah keputusan tersebut memenuhi aspek substansi atau tidak.

Dari aspek kewenangan, apakah PB IDI dalam mengeluarkan keputusan pemecatan dr. Terawan Agus Putranto di muktamar Aceh punya kewenangan atau tidak?

Ketika muktamar IDI di Aceh digelar masa kepengurusan PB IDI sudah berakhir (demisioner). Itu artinya, PB IDI di muktamar Aceh sudah tidak memiliki legal standing ( kewenangan) untuk mengeluarkan keputusan pemecatan dr. Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI. Dari aspek prosedur, apakah MKEK dalam “mengadili” dr. Terawan Agus Putranto sudah sesuai prosedur atau tidak?

Apakah ketika sidang dr. Terawan Agus Putranto hadir untuk mengajukan pembelaan(pledoi) atas profesi? Ternyata tidak karena dr. Terawan Agus Putranto sedang menjalankan tugas negara yang tidak bisa ditinggalkan.

Itu artinya, bukan dengan sengaja mengabaikan panggilan sidang oleh MKEK. Dan, perlu dipahami ketika mengukur kesalahan(pelanggaran etik) yang dilakukan dokter Terawan Agus Putranto ukurannya adalah mens rea (niat).

Apakah tindakan medis  pencucian otak dan penemuan vaksin nusantara adanya mens rea (niat) yang salah untuk mencelakakan pribadinya dan orang lain?

Apakah selama ini  ada keluhan dari pasien atau masyarakat yang pernah ditangani dr Terawan Agus Putranto adanya dugaan malpraktek dokter?

Realitasnya tidak pernah ada lalu di mana kesalahan atau pelanggaran etik dari mantan menteri kesehatan ini?

Jika ukuran pelanggaran etik oleh dr Terawan Agus Putranto hanya karena tidak memberitahu kepada PB IDI ketika melakukan praktik medis pencucian otak dan penemuan vaksin nusantara, apakah harus dengan pemecatan dari keanggotaan IDI?

Ini sangat picik alias logika sesat dari PB IDI demisioner.

Jika dikatakan ada pelanggaran etik berat oleh mantan menteri kesehatan ini pertanyaannya di mana pelanggarannya? Apakah ada pasien atau mantan pasien yang memprotes dengan mengadu ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran atau ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atau menggugat wanprestasi serta melaporkan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan dr. Terawan Agus Putranto? Jawaban tidak pernah sama sekali justru sebaliknya pujian dan pengakuan publik dalam negeri bahkan luar negeri  bahwa satu- satu putra terbaik Indonesia dengan prestasi medis cuci otak dan vaksin nusantara.

Apakah ada para dokter yang merasa iri hati dengan prestasi gemilang dari dr. Terawan Agus Putranto sehingga memakai MKEK untuk mengamputasi kreativitas dan inovasi yang dilakukan mantan menteri kesehatan ini? Dan, perlu diingat ketika aspek kewenangan tidak terpenuhi yakni PD IDI telah demisioner, maka tidak perlu membuktikan lagi aspek prosedur dan substansi dari keputusan pemecatan terhadap dr. Terawan Agus Putranto tetap dianggap batal atau tidak sah.

Oleh karena itu, bola panas antara IDI dan dr. Terawan Agus Putranto ada di tangan Menteri Kesehatan RI untuk segera menyelesaikan persoalan pemecatan dr. Terawan Agus Putranto yang sangat melecehkan profesi kedokteran yang sangat mulia ini dengan satu prinsip mengutamakan kepentingan pasien di atas segala- galanya bukan kepentingan oknum- oknum dokter dalam IDI itu sendiri. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *