Tanam Pilar di Lahan Eks HGU Nangahale, Sikka, Ini Penjelasan PT.Krisrama
MAUMERE- Tim Kuasa Hukum PT. Krisrama yakni Anton Stefanus,S.H., Marianus R. Laka,S.H. M.H; Vitalis, S.H., Falentinus Pogon, S.H.,M.H., Ephivanus Markus Nale Rimo, S.Fil, S.H., M.H., dan Agustinus Haryanto Jawa, S.H, pada Sabtu (5/2), menggelar konfrensi pers.
Turut hadir saat penyampaian, Wakil Uskup Maumere RP. Telesforus Jenti, O.Carm, dan Direktur Puspas Keuskupan Maumere, RD. John Eo Towa, dan Sekretaris Uskup Maumere, RD. Ephivanus Markus Nale Rimo, S.Fil, S.H., M.H.
Dalam konfrensi pers itu, tim kuasa hukum membeberkan sejumlah fakta dasar hukum, proses pembaharuan, dan sengketa Hak Guna Usaha (HGU) Nangahale.
Salah satu fakta yang dibeberkan tim kuasa hukum adanya fakta di mana PT. Krisma hanya mengelola 40% atau 380 ha dari total 868 eks tanah Hak Guna Usaha (HGU) di Nangahale.
Selain itu, pengelolaannya telah sesuai proses pembaharuan HGU sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Terkait dasar hukum, Tim Kuasa Hukum PT. Krisrama menyebutkan sejumlah fakta yakni: sertifikat HGU No. 03 Tahun 1993, dengan luas seluruhnya 868,7305 Ha, pemegang hak an. PT.Perkebunan Kelapa Diag berakhir tanggal 31 Desember 2013.
Pasca berakhirnya, Direktur PT Perkebunan Kelapa Diag dalam hal ini PT.Krisrama tanggal 4 November 2013 menyurati Kepala Kantor BPN Kabupaten Sikka untuk permohonan perpanjangan HGU.
Permohonan tersebut belum dapat dikabulkan pada waktu itu oleh karena tanah bekas HGU, telah tercatat dalam basis data tanah terindikasi terlantar di Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional tahun 2010 dan telah dilakukan penertiban tanah terindikasi terlantar pada tahun 2011.
Pada tahun 2017 tanah HGU tersebut masih masuk dalam Registrasi Terindikasi Terlantar (si-TANTE), sehingga proses HGU terhenti.
Kemudian PT.Krisrama melalui surat permohonan tanggal 17 Januari 2020 mengajukan permohonan supaya tanah HGU tersebut dikeluarkan dari Register Si-TANTE.
Dalam surat itu, pihaknya meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk melepaskan + 60% (488,730 Ha) dari keseluruhan 8687,305 Ha kepada masyarakat dan Pemkab Sikka.
Keluarlah Surat Penetapan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 29 September 2020 yang menetapkan: “bekas HGU Nomor 3/Talibura seluas 868,7305 Ha, atas nama PT Perkebunan Kelapa Diag, terletak di Desa Talibura, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, dikeluarkan dari basis data tanah terindikasi terlantar.
Lanjut Tim Kuasa Hukum, surat Kepala Kantor Wilayah BPN NTT tanggal 17 November 2020 ditujukan kepada Direktur PT. Perkebunan Kelapa Diag / PT. Krisrama yang isinya antara lain: meminta kepada Direktur PT. Perkebunan Kelapa Diag / PT. Krisrama) untuk segera mengurus pembaharuan hak HGU-nya.
Untuk menindaklanjuti surat itu, maka PT.Krisrama pada tanggal 27 Mei 2021 nenyurati Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pada tanggal 29 Juni 2021, ada surat Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Direktorat Jenderal Penetapan Hak Dan Pendaftaran Tanah, ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN NTT, yang isinya antara lain meminta Kepala Kantor Wilayah BPN NTT “agar melaporkan pembaharuan Hak Guna Usaha yang dimohonkan tersebut, untuk kemudian disampaikan hasilnya kepada Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah dalam waktu
tidak terlalu lama”.
Pada tanggal 28 Juli 2021, ada surat dari Kepala Kantor Wilayah BPN NTT yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sikka, isinya untuk berkoordinasi dengan pihak PT. Krisrama mengajukan permohonan dengan menyiapkan dokumen persyaratan terkait pembaharuan HGU.
Lanjut Tim Kuasa Hukum, sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, pada Pasal 17 mengatur tahapan yang harus dilakukan untuk memperoleh HGU, yaitu:pengukuran bidang tanah, permohonan hak, pemeriksaan tanah, penetapan hak, dan pendaftaran hak, maka PT. Krisrama memulai tahap pertama yaitu pengukuran bidang tanah untuk mendapatkan dokumen berupa Peta Bidang Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 18, yang dilakukan dengan penanaman tanda batas/patok tanah pada batas-batas tanah yang dimohon seluas 380 Ha pada tanggal 18 – 22 Januari 2022.
Oleh karena itu, menurut Tim Kuasa Hukum, dengan merujuk berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dan proses yang telah dilalui pihak PT.Krisrama sejak tahun 2013 hingga pelaksanaan penanaman Tanda Batas, adalah sah menurut hukum sehingga patut mendapat perlindungan hukum.
Kepada siapapun yang mengaku berhak/merasa berkepentingan dengan tanah HGU tersebut, silahkan menggunakan hak-haknya melalui proses yang legal sesuai perundang-undangan yang berlaku.
“Tidak dengan tindakan-tindakan anarkis yang justru akan merugikan diri sendiri karena PT.Krisrama tidak tinggal diam. PT.Krisrama akan tetap melanjutkan proses pmbaharuan HGU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Tim Kuasa Hukum yang diwakili Anton Stefanus.
Lanjut tim kuasa hukum, khusus terhadap mereka-mereka yang diduga kuat telah melakukan kekerasan, baik terhadap orang ataupun barang, menghalang-halangi kegitan pelaksanaan pemasangan tanda batas atas tanah obyek HGU seluas 380 Ha, akan diproses secara hukum.
“Jadi tidak ada preman dan tidak ada upaya melegitimasi dengan mendatangkan petugas dalam peristiwa penanaman tersebut. Klaim Saudara John Bala Pendamping hukum/organizer masyarakat adat bahwa itu adalah bagian dari satu kesatuan strategi “penguasaan objek sengketa secara paksa” yang telah disiapkan secara sistematis dan terencana adalah penilaian yang
menyesatkan dan bersifat provokatif sehingga mampu menggerakan masyarakat untuk melakukan tindakan perlawanan secara melawan hukum,” ujarnya.
Pihaknya juga menyampaikan bahwa surat pernyataan Sikap Saudara John Bala Pendamping hukum/organizer Masyarakat Adat tanggal 27 Januari 2022 yang ditujukan kepada Direktur PT. Krisrama, perlu ditegaskan bahwa PT. Krisrama tidak perlu menunggu kesepakatan dengan pihak manapun karena itu tanah Negara, maka PT. Krisrama hanya melaksanakan permintaan badan/pejabat yang berwenang atas tanah HGU tersebut yaitu Kementerian ATR/BPN.
Menurut tim kuasa hukum, kalau ada pihak yang merasa ada kepentingan dan dirugikan maka silahkan melakukan gugatan.
“Tidak ada pihak yang namanya Masyarakat Adat Tana Ai Suku Goban – Runut dan Suku Soge Natarmage yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah bekas HGU Nomor 3/Talibura tersebut, sehingga secara nyata tidak ada pihak yang bersengketa atas tanah yang dilakukan pemasangan tanda batas/patok tanah tersebut,” ungkap.Tim Kuasa Hukum.