Tim Kuasa Hukum Penerus Amanat Pater Bolen Gugat Perdata Pengurus Yaspem Maumere

waktu baca 6 menit
Keterangan foto: Konferensi pers Tim Kuasa Hukum Penerus Amanat Pater Bolen, Sabtu (20/11) pagi. Foto: Mario WP Sina.

MAUMERE-Tim kuasa hukum yang menamakan dirinya Tim Kuasa Hukum Penerus Amanat Pater Bolen pada Sabtu, (20/11) pagi, menggelar konfrensi pers terkait rencana pihaknya melakukan gugatan terhadap pengurus Yayasan Sosial Pembangunan Masyarakat (YASPEM) Sikka.

Tim kuasa hukum ini beranggotakan 7 orang advokat baik di Kabupaten Sikka maupun di Jakarta.

Tim Kuasa Hukum Penerus Amanat Pater Bolen terdiri dari Emanuel Herdiyanto MG, S.H, M.H, Victor Nekur, S.H, Davy Helkiah Radjawane, S.H, EM Jagat Kautsar, S.H, Tobias Tola, S.H, Alexander Akbar, S.H.,CIL, dan Paramita Widyanti, S.H.

Salah satu kuasa hukum Tim Penerus Amanat Pater Bolen, Eman Herdiyanto, S.H, M.H mengatakan, pada Jumat (19/11) pagi, pihaknya sudah melakukan pendaftaran kuasa gugatan di Pengadilan Negeri Maumere.

Kemudian, sampai dengan saat ini pihaknya baru menemukan 2 proses hukum yang akan ditempuh secara perdata.

Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan dengan begitu banyak berkas, ada banyak potensi perkara yang akan ditempuh dengan pidana dan akan dibuktikan oleh pihaknya di pengadilan nantinya.

Lanjutnya, upaya hukum yang pertama adalah akan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang pengesahan kepengurusan YASPEM tahun 2019.

Yang kedua, pihaknya juga mencoba mengkonstruksikan duduk persoalan ini secara perdata dengan melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum pada Pengadilan Negeri Maumere.

“Kebutuhan kami adalah merumuskan sedemikian rupa segala data dan fakta termasuk temuan yang mencengangkan yang akan dibuka,” ujarya.

Menurutnya, secara umum pihaknya melihat bahwa dari dokumen, dari sejarah, dari mekanisme yang selama ini dijalankan oleh YASPEM yang selama berjalan, ada hal mendasar yang perlu dikoreksi.

Dikatakan Eman Herdiyanto, YASPEM berdiri pada tahun 1974 dan Pater Bolen, SVD betul-betul sebagai pendiri YASPEM. Tetapi nama Pater Bolen dalam dokumen yayasan tidak ada.

Sekilas ia menjelaskan, Pater Bolen sebagai rohaniawan dan saat itu undang-undang yayasan belum ada sehingga kemudian perlu ada orang asli Indonesia yang didorong menjadi atas nama tetapi Pater Bolen sendiri lah yang sebagai pemerkasa, semua upaya yang dilakukan oleh YASPEM saat itu.

Dalam perkembangannya, di tahun 2004, ketika undang-undang negara kita sudah bagus, ada perubahan terhadap undang-undang yayasan kemudian dilakukan penyesuaian.

Pada tahun 2011 ada satu peristiwa yang menurut tim kuasa hukum agak unik.

“Peristiwa dimaksud yakni, yang mana karena harus ada penyesuaian Undang-Undang Yayasan Tahun 2011, maka harus disebut ada kata ‘pendiri’, ‘pembina’, ‘pengawas’ dan ada kata ‘pengurus’ dalam organ yayasan. Nah, yang menarik, ada 2 nama yang secara mendadak disebut sebagai pendiri di Akta Tahun 2011,” ungkap Eman Herdiyanto.

Lanjutnya, organisasi ini berdiri sejak tahun 1974 tetapi pada tahun 2011, ada orang yang disebut sebagai pendiri YASPEM. Inilah awal mulanya, YASPEM menjadi ‘njilimet’ secara adiministrasi.

Sejak saat itu, kata Eman Herdiyanto, mulai terjadi kesimpang siuran dokumen, kesimpang siuran tata organisasi yang kemudian mengakibatkan YASPEM bermasalah seperti hari ini.

Lanjut Eman Herdiyanto, pada tahun 2016 sesuai dengan Undang-Undang Yayasan yang baru, dimana setiap 5 tahun sekali harus ada pergantian pengurus termasuk di dalamnya evaluasi, pengangkatan, pemberhentian dan sebagainya. Pater Bolen dalam struktur itu masuk sebagai Ketua Dewan Pembina, dimana pada saat itu ada satu orang yang meninggal dunia artinya tinggal 2 pembina yang hidup.

“Pertanyaan siapa yang akan menggantikan pengurus yang meninggal karena organ pembina itu ada 3 orang. Yang menarik adalah, Pater Bolen dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina, mengundang salah satu anggota pembina untuk hadir secara patut dan berturut-turut selama 3 kali untuk menyelenggarakan rapat menggantikan posisi yang meninggal tadi. Tetapi apa yang terjadi, salah satu anggota dewan pembina itu menolak untuk hadir. Padahal, sudah diundang 3 kali. Dan itu bukan keinginan seorang pater, tetapi merujuk pada ketentuan AD ART dari yayasan. Dan anggaran dasar ini bukanlah sesuatu yang dikarang oleh pater tetapi AD ART ini adalah copy paste dari undang-undang yayasan,” ungkapnya.

Oleh karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan maka, Pater Bolen kemudian mengambil sikap membuat rapat dengan membentuk suatu badan pengurus baru yang mana mengangkat kepengurusan periode 2017-2022 yang diketuai oleh Ibu Maria Magdalena sebagai ketua dewan pengurus YASPEM dan Martinus Wodon dkk sebagai pengurus.

Proses ini kemudian dilanjutkan ke Kementerian Hukum dan HAM RI. Dikarenakan masalah teknis dimana masa waktu pembelian voucher selama 60 hari terganggu, akhirnya proses pengesahan di KemenkumHAM terhalang.

Tetapi secara definitif, kata Eman Herdiyanto, apa yang dibuat oleh Pater Bolen itu benar, sah dan legal berdasarkan ketentuan undang-undang yayasan.

Lanjutnya, karena posisi kepengurusan yang dibentuk oleh Pater Bolen belum terdaftar di KemenkumHAM, ada cela bagi almarhum Silvester Nong Manis kemudian membuat rapat lagi mengundang beberapa orang yakni Romanus Woga, Rafael Raga dan beberapa orang lainnya membuat rapat yang sama yang telah dibuat oleh Pater Bolen.

“Yang menarik adalah Pater Bolen secara hukum pada tahun 2018 masih adalah ketua dewan pembina. Artinya, ketika rapat dibuat di tahun 2019, kapasitas Pater Bolen adalah masih demisioner ketua dewan pembina. Yang unik, di rapat tahun 2019, Pater Bolen tidak diundang dan dianggap Pater Bolen mengundurkan diri. Kami akan membuktikan dalam persidangan nanti bahwa dokumen pengunduran diri itu dibuat dengan cara seperti apa, kami tidak menyebutnya rekayasa tetapi bahwa dokumen itu cacat secara hukum dan dapat dibatalkan,” ungkapnya.

Terlebih lagi, kata Eman Hardiyanto, pada saat itu antara tahun 2016 sampai tahun 2019, ada sengketa orang menyerang Sea World Club, secara kebetulan para pihak ini bersatu lagi.

Pada saat itu, seorang pengacara senior di Jakarta mempertemukan ketiga orang ini yakni Silvester Nong Manis, AV da Costa dan Pater Bolen, lalu ada kesepakatan untuk mengangkat kembali Pater Bolen sebagai ketua dewa pembina YASPEM seumur hidup.

“Jadi harusnya di tahun 2019, Pater Bolen adalah ketua dewan pembina YASPEM. Ada suratnya lengkap dan kami akan buktikan di pengadilan,” ungkapnya.

Karena mereka sudah melakukan rapat mengangkat beberapa orang sebagai pengurus baru di YASPEM, lalu kemudian mereka mengusulkan permohonan di KemenkumHAM.

Ketika permohonan diajukan, Pater Bolen juga tidak tinggal diam dan mengajukan keberatan. Pater Bolen sudah berulang kali minta ke notarisnya tetapi tidak diberi.

Menurutnya, pada profil YASPEM tahun 2011, pendiri yayasannya Romanus Woga dan Silvester Nong Manis. Lalu, pada tahun 2019 dirubah lagi, pendiri yayasan ini Pater Bolen. Hal ini sesuai data profil yayasan pada Kementerian Hukum dan HAM.

“Secara umum inilah persoalan yang terjadi. Bahasa awamnya orang menyebut dualisme kepengurusan. Tetapi kami orang hukum menyebutnya bukan dualisme. Ini ada upaya pembajakan secara terencana, yang dilakukan dengan sadar, dengan mengabaikan aturan dalam undang-undang yayasan yang berlaku. Jadi, kalau ditanya siapa pengurus YASPEM yang sah, bagi kami orang hukum, Ibu Lena, dkk. Karena produknya dibuat sah berdasarkan ketentuan undang-undang yayasan. Oleh karena itu, kami akan menggunakan mekanisme PTUN,” ungkap Eman Hardiyanto.

Ia mengatakan, gugatan hukum ini dilakukan untuk mendudukan secara objektif apakah yang dibuat mereka sah ataukah apa yang dilakukan oleh Pater Bolen adalah sah.

Ia menambahkan para pihak yang akan digugat adalah pengurus YASPEM yang sekarang dan notaris yang terlibat dalam pembuatan akta 2011 dan 2016, 2019.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus YASPEM Sikka, Heni Doing yang dikonfirmasi via telfon Sabtu (20/11) sore mengatakan, pihaknya mempersilahkan bagi pihak lain untuk melakukan gugatan hukum.

“Setiap orang punya hak untuk mngambil langkah hukum. Nanti kita lihat apakah punya legal standing dan punya hak untuk mengugat. Sebagai apa menggugat?. Nanti kita akan uji siapa yang punya legal standing yang paling sah. Kita bersabar saja,” ungkap Heni Doing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *