Banyak Fasilitas Publik di Lembata Tidak Ramah Difabel

waktu baca 2 menit

LEMBATA, florespedia.id – Fasilitas publik di Kabupaten Lembata, termasuk tempat ibadah, perkantoran, bank-bank hingga sekolah, dinilai belum ramah difabel. 

Kesetaraan difabel hendaknya tidak hanya di atas kertas tapi, wujud nyata di lapangan harus ada.

Wilhelmus Boli, Difabel dari Desa Duawutun mengatakan kalau bisa pemerintah daerah atau para pemilik fasilitas swasta harus bisa menerapkan akses yang ramah difabel.

“Fasilitas publik, seperti bank, perkantoran, sekolah, taman dan jalanan umum, misalnya, belum ramah difabel. Tidak ada sosialisasi penuh dari pemda, seperti logo difabel di tempat parkir, guiding block di trotoar yang malah seringnya dialih fungsikan sebagai trotoar dan dinaikkan (dijadikan parkir kendaraan) motor,” kata Wilem Boli usai mengikuti Training Inklusi, Proses Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif, Kerentanan dan Dasar Aksesibilitas di Hotel Anisa Lembata, Senin (1/10) lalu.

Dia jelaskan, untuk daerah Lembata harus menerapkan UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Selain itu, tempat-tempat ibadah dan perkantoran pun harus memiliki akses ramah difabel seperti sewaktu mengakses toilet atau kamar mandi pada perkantoran.

“Termasuk pasar dan ATM bank kebanyakan tak ramah difabel,” ujarnya.

Untuk menciptakan ruang publik yang ramah difabel, sebutnya, tergantung pada kerja sama masyarakat difabel maupun non difabel. Kuncinya, kesepakatan antara kedua kelompok masyarakat itu untuk menciptakan keberagaman.

“Tapi difabel bukan untuk dikasihani. Difabel butuh pemberdayaan, jangan bikin mereka tidak berdaya sehingga berpikir pragmatis dan menjadi ketergantungan,” terangnya.

Disisi lain dia meminta masyarakat penyandang difabel untuk mengubah pola pikir. Difabel bukanlah subjek yang keterbatasannya harus dikasihani untuk kemudian dieksploitasi.

Korvandus Sakeng, Relawan Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata juga mengatakan, seharusnya dalam perencanaan tata kota mendatang, pemerintah mesti melibatkan para penyandang disabilitas. 

Menurutnya ini penting supaya infrastruktur yang dibangun pemerintah tepat sasaran, dan Lembata jadi kabupaten yang ramah terhadap penyandang difabel.

Dijelaskan Sakeng, akibat kurangnya keterlibatan penyandang difabel, banyak infrastruktur yang dibangun pemerintah menjadi seperti tidak berguna. 

Baginya aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kantor-kantor pemerintahan semua nyaris sama, tak ramah disabilitas. 

Ia meminta pemerintah harus melibatkan difabel dalam perencanaan tata kota mendatang. 

“Agar kota Lewoleba Kabupaten Lembata bisa jadi kabupaten yang lebih inklusif bagi semua,” tandasnya, Jumat (5/10).

Kegiatan ini diadakan oleh Humanity dan Inclusion(HI), Perkumpulan Relawan CIS Timor dan Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *