Konservasi Rusa di Waturia Resmi Dibangun, Kepala BBKSDA NTT dan Bupati Sikka Lakukan Peletakan Batu Pertama

waktu baca 4 menit
Keterangan foto: Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo dan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA NTT), Ir.Arief Mahmud, M.Si saat meninjau lokasi Konservasi Rusa Mesi Roa di Waturia, Rabu (3/11) siang. Foto: Mario WP Sina.

MAUMERE- Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA NTT), Ir.Arief Mahmud, M.Si, dan Bupati Sikka pada Rabu (3/11) siang melakukan kunjungan kerja di Kampung Watuwoga, Desa Persiapan Waturia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka untuk meresmikan Konservasi Rusa Waturia.

Kunjungan kerja ini dalam rangka peletakan batu pertama pembangunan kawasan Koservasi Rusa Waturia yang digagas oleh Kelompok Masyarakat Mesi Roa, Desa Persiapan Waturia.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA NTT), Ir.Arief Mahmud, M.Si, dalam sambutan mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dirjen Konservasi, Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan melalui BBKSDA NTT, dalam upaya untuk memberikan stimulus kepada masyarakat NTT khususnya di Kabupaten Sikka sebagai pengungkit kegiatan peningkatan ekonomi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang kepada masyarakat sebagai bagian dari penyiapan masyarakat di tingkat bawah menyambut era pembangunan destinasi pariwisata di Flores dan sekitarnya. Salah satunya dengan mendirikan kelompok konservasi rusa berbasis masyarakat.

Dikatakan Arief Mahmud, di wilayah Flores, pihaknya merencanakan menginisiasi 5 kelompok massyarakat pelestari Rusa Timor yaitu di Kabupaten Sikka 2 kelompok yakni Kelompok Mesi Roa di Desa Kolisia dan Kelompok Wirapoka Mandiri di Desa Bu Watuweti. Kemudian ada 2 kelompok di Kabupaten Nagekeo dan 1 kelompok di Kabupaten Ende.

Di samping itu, di seluruh wilayah kerja BKSDA di Provinsi NTT sudah terbentuk 23 kelompok pemberdayaan masyarakat dalam program pemberdayaan dan 19 kelompok kemitraan yang didampingi dalam rangka penyusunan pelaksanaan program dan rencana kerja tahunan.

“Tidak mungkin kita berwisata di daerah yang konservasinya rusak. Kegiatan penangkaran rusa menjadi salah satu dari sekian banyak upaya konservasi yang kita lakukan, untuk mendukung kegiatan pariwisata ke depan,” ungkapnya.

Menurutnya, tahun ini merupakan tahun yang sulit dan berat bagi seluruh masyarakat karena adanya pandemi COVID-19, namun kita harus bersemangat untuk bangkit memenangkan pertarungan melawan COVID-19. Oleh karena itu, KLH melalui Dirjen KSDAE mengarahkan kebijakan program konservasi sumber daya alam dengan mekanisme bantuan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menjaga imunitas masyarakat dan kita semua.

“Tidak hanya imunitas mengenai kesehatan tetapi juga terkait kualitas ekonominya. Tentu kami tidak bisa bekerja sendiri, kami berharap mendapat dukungan dari Bupati dan dinas terkait. Dengan harapan program ini berhasil dan berkembang pesat,” ungkap Mahmud, M.Si.

Inisiator program konservasi rusa, Wilfridus Yons Ebit mengatakan, bicara tentang konservasi rusa menjadi suatu yang langkah dan asing khusus untuk kita di daerah Pulau Flores.

Keterangan foto: Bupati Sikka melakukan peletakan batu pertama menandai pembangunan Konservasi Rusa di Waturia, Rabu (3/11). Foto: Mario WP Sina.

Sekitar 2,5 tahun yang lalu, kebetulan ada interaksi yang begitu aktif, komunikasi yang intens dengan Dirjen KSDA, bapak Wiratno, beliau selalu menceritakan soal konservasi rusa yang terjadi di wilayah Jawa, Sumatra dan lainnya.

“Sebagai orang NTT yang kebetulan saja ada hubungan dan komunikasi yang intens dengan beliau, saya coba minta ke beliau, bisa gak kalau di tempat kami, dibuat juga konservasi rusa. Kami disana ada rusa meskipun rusa liar. Siapa tahu bisa ditata dengan baik. Lalu, gagasan besar tentang bagaimana membangun wisata sosial, terintegrasi dengan wisata super premium Labuan Bajo, saya kira itu akan lebih baik. Dan beliau (Dirjen KSDA) setuju. Kami pun menjajaki lokasi,” ungkapnya.

Dia juga mengatakan, awalnnya memang mustahil. Dari proses yang tidak mungkin ini, pihaknyw menjajaki secara pelan-pelan.

Kata Yons Ebit, prinsipnya adalah membangun wisata sosial yang mana masyarakat sebagai subjek, masyarakat menjadi pelaku utama, masyarakat harus berkolaborasi mulai dari tingkatan terbawah.

“Jadi ada komunikasi yang begitu integral, komunikasi yang menyatu, sehingga konsep yang awalnya dibangun itu, inisiatifnya dari masyarakat. Tentu ini sebuah gagasan besar membutuhkan SDM besar. Semangat kita telah punya, tentu kita butuh arahan,” ujarnya.

Sementara itu Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo mengatakan, hari ini kita semua penuh keyakinan bahwa kegiatan untuk penangkaran rusa di kawasan Waturia, Kecamatan Magepanda pasti berhasil.

“Sebentar kita tandai pelatakan batu sebagai kesiapan berarti sudah ada komitmen dari kita semua untuk ikut ambil bagian dalam melaksanakan program ini. Ini program pilihan yang tidak gampang. Terus terang, Pemkab Sikka saja tidak pernah menginisiasi ini. Kami sibuk dengan kegiatan otonom, tapi ada putra daerah yang menginisiasi, menberikan gagasan untuk melakukan itu,” ungkap Bupati Robi Idong.

Dirinya berharap dengan dilakukannya kpnservasi rusa, ini berarti menghidupkan kembali kekayaan masyarakat Flores yang selama ini tidak tersentuh, tidak diperhatikan.
Menurutnya, yang memiliki tempat penangkaran rusa ini adalah masyarakat Waturia BBKSDA hanya memfasilitasi.

“Harus ada rasa memiliki, kita jara rusa-rusa ini supaya berkembang biak dengan baik. Nanti pengaturan ke depan pasti difasilitasi oleh BBKSDA, nanti bagaimana modelnya, kita ikuti saja. Ini pesan saya sebagai Bupati,” ungkap Bupati Sikka.

Pernyataan ini pun ditanggapi dengan teriakan menyatakan sanggup oleh masyarakat Waturia.

Pantauan media ini, usai peletakan batu pertama pembanguna kawasan Konservasi Rusa Mesi Roa oleh Bupati Sikka dan Kepala BBKSDA NTT, dilanjutkan dengan penanaman pohon mahoni di lokasi konservasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *