Terdakwa Kasus Korupsi Awololong Lembata, Jalani Sidang Perdana
LEMBATA – Kasus korupsi Proyek Pembangunan Jembatan Titian Apung dan Kolam Apung serta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT memasuki babak baru.
Ketiga terdakwa dalam kasus korupsi Proyek Awololong yakni Silvester Samun (PPK), Middo Arianto Boru (Konsultan Perencana), dan Abraham Yehezkibel Tsazaro Limanto (Kontraktor Pelaksana) itu menjalani sidang perdana secara virtual dari Rumah Tahanan (Rutan) Kupang.
“Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan atas nama terdakwa Silvester Samun, Mido Arianto Boru dan Abraham Y.T. Limanto dimulai jam 10.00 WITA dan selesai jam 11.45 Wita dengan agenda pembacaan surat dakwaan secara virtual,” ungkap Koordinator Amppera Kupang Emanuel Boli kepada media, Selasa (26/10).
Dijelaskan bahwa jaksa penuntut umum dan penasehat hukum serta hakim bersidang dari Pengadilan Tipikor Kupang. Sementara para terdakwa dari Rutan Kupang (secara virtual- pen).
Terhadap pembacaan surat dakwaan, Tim Penasihat Hukum para Terdakwa tidak mengajukan eksepsi dan meminta langsung pada pembuktian.
“Sidang akan dilanjutkan pada hari Selasa, 2 November 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU),” demikian keterangan JPU Hendrik.
John Oleona warga diaspora Lembata di Kupang mengatakan bahwa ia mengikuti jalannya sidang perdana kasus korupsi Awololong di Pengadilan Tipikor Kupang, Jalan Kartini, Kota Kupang.
“Iya, saya mengikuti proses dari awal sampai akhir sidang,” kata John Oleona.
John mengatakan, para penasihat hukum terdakwa, yakni Mell Ndaumanu dan Yanto Eko adalah dosen penguji dan pembimbing saat ia menyelesaikan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, akhir 2004 silam.
Asal tahu saja, proyek wisata Pulau Siput Awololong Lembata dikerjakan pada tahun anggaran 2018-2019 dengan menelan anggaran sebesar Rp. 6.892.900.000. Akan tetapi dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan itu masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp.1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketiga terdakwa dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara.