MPK Sikka Sebut Kadis PKO Gagal Paham Antara Mutasi dan Penarikan

waktu baca 8 menit
Keterangan foto: Rapat bersama Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Selasa (7/9) pagi. Foto: Mario WP Sina.

MAUMERE-Aksi demo para pastor, suster dan guru-guru Sikka dalam Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Maumere yang mendesak Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (DPKO) Sikka mengembalikan guru ASN yang ditarik dari sekolah swasta ditanggapi Kadis PKO Sikka, Manyela da Cunha.

Seperti yang diberitakan media, Kadis PKO, Manyela da Cunha membantah bahwa pihak dinas tidak melakukan penarikan guru negeri dari sekolah swasta di Maumere.

Menanggapi pernyataan Kadis PKO, Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Fidelis Dua, Pr, M.Th mengungkapkan, yang pihaknya paham tentang mutasi (memutasikan) adalah memidahkan dan menggantikan, seperti memindahkan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain.

Tetapi yang terjadi adalah memindahkan guru ASN dari sekolah swasta ke sekolah negeri tanpa ada yang menggantikan di sekolah swasta.

“Apakah ini disebut mutasi. Apakah ini bukan penarikan guru ASN dari sekolah swasta ke sekolah negeri? ” ungkap Romo Fidelis Dua.

Ia menyampaikan, penarikan yang dimaksudkan di sini adalah pengambilan kembali atau kepergian seorang guru ASN dari sebuah sekolah swasta ke sekolah negeri tanpa ada yang menggantikannya. Sehingga terjadi kekosongan guru ASN di sekolah swasta dan penumpukan guru PNS di sekolah negeri.

Sebagai contoh ada dua orang Ibu Guru ASN yang ditarik dari sekolah swasta (Y) ke sekolah negeri (C), lalu guru ASN di sekolah negeri (C) pindah ke sekolah negeri (B). Yang kosong adalah sekolah swasta (Y). Kekosongan ini hendak menegaskan bahwa yang terjadi penarikan dan bukan mutasi.

Lanjutnya, Kadis PKO merujuk pada Peraturan Pendayagunaan Aparatur Negara dengan turunannya Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah Dan Di Luar Instansi Pemerintah, Pasal 43 ayat (3) huruf (a) berbunyi: “dalam hal PPK instansi induk menilai kompetensi PNS yang dipekerjakan/diperbantukan masih dibutuhkan maka ‘dapat menarik’ kembali PNS”.

“Rujukan ini jelas menunjukkan bahwa Kadis PKO melakukan penarikan bukan mutasi, karena ada klausa ‘dapat menarik’. Kadis PKO memutar balikan pernyataan. Lalu apa benar perbuatan Kadis PKO tidak ditahui Bapak Bupati atau bukan atas perintah Bupati? Lalu siapa yang menandatangani SK penarikan itu? Aneh tetapi nyata. Penarikan guru ASN dari sekolah swasta ke sekolah negeri tertera dengan Surat Keputusan Bupati Sikka,” ungkap Romo Fidelis Dua.

Lanjutnya, dalam hal ini secara struktural Kadis PKO bekerja atas kemauannya sendiri, tidak bertanggungjawab kepada Bupati yang menugaskannya.

Pada hal menurut Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah Dan Di Luar Instansi Pemerintah, Pasal 43 ayat (3) huruf (a) berbunyi: “dalam hal PPK instansi induk menilai kompetensi PNS yang dipekerjakan/diperbantukan masih dibutuhkan maka ‘dapat menarik’ kembali PNS”, Bupati adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

“Sesungguhnya Bupati Sikka dan Wakil Bupati Sikka harus tahu apa yang dijalankan oleh bawahannya yang menimbulkan protes MPK karena ada indikasi tidak adil dan diskriminatif terhadap swasta sebagai mitra pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Romo Fidelis Dua.

Dikatakan Romo Fidel, dengan tegas Kadis PKO mengatakan bahwa Dinas PKO bekerja sesuai regulasi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang yang mana?

“Saya ingin menunjukkan pertimbangan hukum perjuangan kami. Kami merunut ke amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ada empat kewajiban negara yg tertuang dalam pembukaan UUD 45. Melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan dan menjaga ketertiban dunia. Berdasarkan amanat pembukaan UUD 45 ini, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak warga atas pendidikan. Pasal 31 ayat 1 dan 2: Setiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mendapat pendidikan dasar dan dibiayai oleh negara,” ungkap Romo Fidel.

Hak untuk mendapat pendidikan adalah hak asasi warga negara. Negara wajib memenuhi hak warga ini. Warga negara yang dimaksudkan di sini bukan hanya yang anaknya mengenyam pendidikan di sekolah negeri tetapi juga di sekolah swasta. Semua punya hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dari negara.

Bantuan negara untuk sekolah swasta tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bagian Kedua: Pendidikan Berbasis Masyarakat, Pasal 55, ayat 3 menyatakan bahwa “Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan ayat 4 menyatakan bawha Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Khusus pasal 55 ayat 4 sudah mendapat review yudisial dari Mahkamah Konstitusi RI, Putusan Nomor 58/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa Lembaga pendidikan berbasis masyarakat harus memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. MK telah menghapus kata “dapat” diganti dengan kata “harus”. Hal ini sesuai dengan amanat pembukaan UUD 45, negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selanjutnya secara eksplisit PP 28 Tahun 1981 merinci bantuan pemerintah untuk sekolah swasta. Pasal 3: Pemerintah membantu sekolah swasta berupa:
(1) uang
(2) tenaga guru dan pegawai PNS
(3) bantuan fisik bangunan
(4) dll.
PP 28/1981 ini menjadi dasar bagi kehadiran PNS/ASN di sekolah swasta. Mengapa mereka hadir di sana? Karena urusan pendidikan adalah pertama-tama merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara. Swasta mengambil bagian dalam kewajiban ini. Karena negara belum sepenuhnya mampu mewujudkan amanat undang-undang mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan UUD 45 pasal 31 ayat 2 menegaskan bahwa pendidikan dasar dibiayai negara. Pasal 31 ini sama sekali tidak memuat pernyataan bahwa hanya sekolah negeri yang dibiayai negara.
Melainkan untuk semua pendidikan dasar.

Karena itu, pernyataan Kadis PKO bahwa tanggung jawab utama pemerintah terhadap dunia pendidikan ada di sekolah negeri, selanjutnya sekolah swasta adalah bentuk partisipasi masyarakat turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” sama sekali tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini adalah pernyataan pribadi.
Yang mengandung makna subordinasi pemerintah atas sekolah swasta. Kadis PKO menyangkal sejarah pendidikan di Flores dan Sikka khususnya bahwa jauh sebelum sekolah negeri ada, sekolah-sekolah swasta telah berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah swasta bukan kelas dua.

Selanjutnya, pernyataan Kadis PKO bahwa Dinas PKO bekerja sesuai regulasi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, rujukannya hanya pada Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah dan Di Luar Instansi Pemerintah, dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah Dan Di Luar Instansi Pemerintah, Pasal 43 ayat (3) huruf (a) berbunyi: “dalam hal PPK instansi induk menilai kompetensi PNS yang dipekerjakan/diperbantukan masih dibutuhkan maka dapat menarik kembali PNS”. Kata ‘dapat’ dalam pasal ini bermakna fakultatif (tidak harus) dan bukan imperatif.

Artinya pasal ini dapat dikesampingkan oleh kesepakatan tertentu antara para pihak dengan alasan yang bersifat konkrit, objektif, dan rasional sesuai dengan situasi lokal Kabupaten Sikka. Sehingga pemaksaan pemberlakuannya adalah cacat prosedural dan substansial. Karena secara prosedural tidak menyertakan para pihak termasuk yayasan-yayasan pendidikan untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan kajian dan secara subtansial telah mengabaikan fakta-fakta objektif yang sepantasnya diperoleh dari pihak sekolah swasta. Ada fakta hukum yang diabaikan.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah dan Di Luar Instansi Pemerintah dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Penugasan Pegawai Negeri Sipil Pada Instansi Pemerintah Dan Di Luar Instansi Pemerintah ada pasal, yakni pasal 42, ayat 1: PNS dengan jabatan guru, dosen, dan tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas pada sekolah, perguruan tinggi, atau unit pelayanan kesehatan milik swasta dapat menjalankan tugasnya melalui penugasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 2: Ketentuan mengenai jangka waktu penugasan dan perpanjangan penugasan tidak berlaku bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat 3: Keputusan penugasan bagi guru, dosen, dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan tanpa melalui pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Ayat 4: Instansi induk menyampaikan keputusan penugasan PNS yang menduduki jabatan guru, dosen, dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kepegawaian Negara.

Ayat 5: PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang saat ini bekerja pada sekolah swasta, perguruan tinggi swasta dan unit pelayanan kesehatan milik swasta yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan masih memenuhi persyaratan untuk diberikan bantuan yang sebelumnya melaksanakan tugas melalui mekanisme dipekerjakan/diperbantukan ditetapkan keputusan penugasan yang baru tanpa melalui pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 42 ini mestinya dipakai oleh Kadis PKO dalam kajian untuk penarikan guru PNS dari sekolah swasta.

Kadis PKO juga mengabaikan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Menteri Pendayagunaan aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ri dan Meteri Agama RI Nomor 5/VIII/PB/2014, Nomor 05/SKB/MENPAN, RB/VIII/2014, Nomor 14/PBM/2014 tentang Penempatan Guru PNS di Sekolah/Madrasah Yang Diselenggarakan Oleh Masyarakat dalam 8 pasalnya, antara lain pasal 1: Pemerintah dapat menempatkan guru PNS pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Kadis PKO Kab. Sikka mengabaikan dan melupakan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 10 Tahun 2019 tentang Guru PNS yang ditugaskan pada Satuan Pendidikan Yang Diselenggarakan oleh Masyarakat.
Karena itu penarikan guru PNS dari sekolah swasta bisa dianggap pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar dan regulasi-regulasi lainnya.

“Jika tuntutan kami tidak tindaklanjuti, maka kami akan memberhentikan KBM yang kami buat secara tertulis untuk semua sekolah swasta dan dilaporkan kepada KOMNAS HAM. Kebijakan penarikan ASN menyebabkan hak azasi warga negara atas pendidikan tidak dijamin oleh negara. Hak anak diterlantarkan. Komnas HAM akan secara serius menyikapi hal ini. Bupati akan diminta bertanggungjawab atas tindakan/kebijakan yang dibuat oleh Kadis PKO, sehingga menyebabkan hak asazi warga/anak atas pendidikan tidak terpenuhi atau diabaikan negara,” ungkap Romo Fidel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *