Melihat Kerajinan Anyam Nyiru di Kampung Golo Ara Manggarai Timur

waktu baca 3 menit

Borong –  Kampung Golo Ara, merupakan sebuah kampung yang terletak di di Desa Compang Wesang, Kecamatan Lamba Leda selatan, Kabupaten Manggarai Timur. Kampung ini terkenal sebagai kampung pengrajin anyaman nyiru di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT.

Jumlah warga yang mendiami Kampung Golo Ara sendiri berjumlah 235 jiwa dari 70 Kepala Keluarga (KK).

Sebagai kampung pengrajin nyiru, bagi warga Golo Ara, menganyam nyiru merupakan warisan dan kebudayaan lokal yang patut dilestarikan.

Kepala Dusun Golo Ara, Aleksius Kadur, menyebutkan bahwa profesi warga Dusun Kampung Golo Ara didominasi oleh pengrajin nyiur.

“Masyarakat kampung lebih menekuni pekerjaan menganyam nyiru untuk menyambung hidup. Dari 70 kepala keluarga, mungkin hanya tiga atau empat KK saja yang PNS,” terangnya kepada wartawan pada Minggu (6/6/2021)

Sementara itu, Florida Umat (42), salah seorang pengrajin nyiru di Kampung Golo Ara , mengaku telah menekuni pekerjaan menganyam nyiru sejak sepuluh tahun lalu.

Dalam waktu dua minggu, Florida mampu mampu menghasilkan 20 buah nyiru yang siap dipasarkan.

“Kami tidak punya pekerjaan lain selain menganyam kerajinan tangan seperti nyiru, keranjang dari bambu, dan tikar. Nyiru merupakan satu satunya komoditas yang ada di kampung kami. Tanpa Nyiru, kami tidak bisa hidup,” ungkap Florida yang mengaku anyaman nyiru merupakan tradisi yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka.

Penghasilan dari menjual nyiru, kata Florida, bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Bentuk Kelompok

Warga dusun Golo Ara mendirikan kelompok masyarakat anyam Nyiru berbasis gotong royong.

Dalam setiap tahunnya , hasil jualan nyiru mampu membangun satu unit rumah anggota kelompok yang membutuhkan.

Selain itu, dengan nyiru juga bisa penuhi kebutuhan biaya sekolah, dan urusan adat.

“Kami secara gotong royong mengatasi persoalan kehidupan sosial kami. Kami kompak, dan semua itu berkat dari menganyam nyiru,” ungkap Florida.

Hal itu dibenarkan oleh Fabianus Barut(42). Fabianus mengatakan, terbentuknya kelompok anyaman masyarakat, telah memberikan dampak positif untuk semua pengrajin.

“Kami juga membeli bambu, tali pengikat dan peralatan untuk membuat nyiru. Peralatan yang di gunakan seperti pisau, gergaji, tang, parang dan penjepit,” jelas Fabianus.

Menurutnya, untuk kebutuhan alat dan bahan, semua anggota kelompok berkerja secara gotong royong.

“Kelompok pengrajin ini dibentuk berdasarkan kesadaran untuk bisa berkerja sama- sama. Hasil dari setiap jualannya, untuk setahun kami harus serahkan ke kelompok sebesar Rp750 ribu”, ujarnya.

Menurutnya, uang yang diserahkan ke kelompok digunakan untuk kepentingan anggota kelompok juga.

Kendala Pemasaran

Hal yang sering menjadi kendala dalam proses pengerjaan, kata Fabianus adalah ketersediaan modal dan pasaran.

“Sebenarnya kami membutuhkan bantuan permodalan untuk  bisa produksi secara besar besaran. Kami juga terkendala dengan pemasaran. Pemerintah belum perhatikan kelompok ini,” ucapnya.

Dalam proses penjualannya menurut Fabianus, masih digunakan pola lama yakni menjual dengan cara berjalan kaki dari kampung ke kampung.

“Terkadang hasil anyaman, dijual keliling oleh anak – anak kami, sepulang sekolah,”terangnya.

Dia menginformasikan, jika pembeli mengunjungi langsung  pengrajin, satu buah nyiru dijual dengan harga Rp 20 ribu. Sedangkan untuk jualan keliling dibandrol dengan harga Rp 30 ribu perbuah.

Dia berpesan, untuk semua masyarakat yang membutuhkan nyiru, bisa berkunjung ke Kampung Golo Ara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *