Son Botu Sebut Ada Nuansa Politis Dibalik Gugatan Sengketa Jual Beli Lahan PAUD di Desa Ladogahar, Sikka
MAUMERE-Anggota DPRD Sikka dari Partai Gerindra, Sufriance Merison Botu menilai ada nuansa politis dibalik gugatan perdata terhadap dirinya dalam kasus sengketa jual beli lahan PAUD Santa Mathilda di Desa Ladogahar, Kecamatan Nita.
Lahan untuk pembangunan PAUD Santa Mathilda itu dibeli oleh Son Botu dari Muhamad Toriq alias Hubertus Karlince sebesar Rp 30 juta. Lahan yang dibeli dari dana pribadi itu kemudian dihibahkan untuk pembangunan PAUD tersebut.
“Kalau saya menilai gugatan ini ada nuansa politisnya. Teman teman media bisa melihat bagaimana saya dibully di media sosial, dikatakan bahwa tanah tersebut belum lunas lah dan sebagainya,” ujar Merison Botu, Senin (08/012024) siang.
Dirinya menyayangkan gugatan tersebut baru dilayangkan setelah proses pembangunan gedung PAUD hampir rampung dikerjakan.
“Kalau memang ada pihak mengetahui proses ini, mengapa tidak menghentikan dari awal?. Ini ketika sudah dibangun dan hampir selesai, baru digugat,” ujar Merison Botu.
Ia menegaskan, dirinya tidak punya kepentingan lain selain demi mendukung program Pemerintah Desa Ladogahar di bidang pendidikan.
“Sebagai anggota DPRD, sudah menjadi kewajiban moral untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, khususnya di Desa Ladogahar,” ujarnya.
Ditanya soal siapa yang punya kepentingan politik dalam kasus tersebut, Merison tidak menyebutnya.
“Yang pasti ada The Man Behind The Scene,” ujarnya singkat.
Untuk diketahui, Merison Botu bersama Hubertus Karlince, Antiokhus Ante selaku Kepala Desa Lado Gahar dan Gervasius Gete selaku BPD Ladogahar digugat secara perdata oleh Agustinus Nurak dalam sengketa jual beli lahan PAUD Santa Mathilda seluas 370,5 M2. Gugatan tersebut kini telah memasuki tahap sidang mediasi di Pengadilan Negeri Maumere.
Proses Jual Beli Tanah untuk PAUD Santa Mathilda adalah Perbuatan Hukum yang Sah
Kuasa Hukum Marison Botu, Fransisco Sondy, SH., MH mengatakan, terhadap gugatan tersebut pihaknya sama sekali tidak mengakui adanya peristiwa jual beli tanah pertama yang terjadi pada tahun 2008.
Dia beralasan, pertama; pemilik tanah atas nama Hubertus Karlince tidak berterus terang menyatakan secara tegas bahwa memang dia (Hubertus Karlince) pernah melakukan transaksi jual beli dengan pihak ketiga atau pihak lain pada tahun 2008.
Sehingga ujar Sondi, pihaknya beritikad baik mempercayai bahwa memang betul tanah itu tidak bermasalah. Tanah itu tidak sedang dikuasai oleh pihak manapun.
Kedua; pemilik tanah juga meyakinkan kepada Merison Botu dan juga Pemerintah Desa Ladogahar bahwa memang tanah itu tidak sedang dikuasai oleh pihak ketiga.
Ketiga; Pemilik tanah adalah orang dewasa yang mana tindakannya secara hukum patut dibenarkan dan dianggap bahwa proses/perbuatan hukum jual beli dan mengalihkan tanah itu adalah perbuatan hukum yang sah.
Selanjutnya yang Keempat; bahwa karena sudah terjadi adanya pengalihan hak kepada Merison Botu dan dihibahkan ke Desa, maka tidak mudah lagi bagi si pemilik tanah untuk membatalkan atau mengembalikan uang.
“ Bagi kami tidak sesederhana itu. Kami hanya mengakui pembeliannya itu terjadi di tahun 2023,” tegas Sondi.
Fransiskus Sondi juga menambahkan, pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan laporan pidana kepada para pihak apabila sidang mediasi di Pengadilan Negeri Maumere gagal.
“Merison Botu dirugikan dalam kasus tersebut. Selain Merison Botu, pemerintah desa juga dirugikan dan yang terutama adalah masyarakat, sebab lahan tersebut dibeli bukan untuk kepentingan pribadi Merison Botu, tetapi untuk kepentingan masyarakat Desa Ladogahar,” ujarnya.