Membangun Sikap Toleransi dengan Semboyan Bhineka Tunggal Ika
Pasti dari kalian semua tidak asing dengan kalimat Bhinneka Tunggl Ika, selalu kita dengar dan lihat kalimat tersebut di media informasi berupa berita maupun buku – buku pelajaran di sekolah.
Selain itu pula kalimat Bhinneka Tunggal Ika tersebut juga terletak pada pita yang dicengkram oleh burung garuda, yaitu lambang negara kita negara Indonesia.
Seperti yang kita ketahui semua bahwa kalimat Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan dan jati diri permersatu bangsa Indonesia yang diusulkan oleh Mohammad Yamin.
Arti Bhinneka Tunggal Ika yang sering kita dengar sehari hari biasanya adalah berbeda – beda tetapi tetap satu juga yang memiliki pengrtian yang lebih mendalam yaitu, walaupun negara indonesia memiliki berbagai perbedaan yang beragam entah itu dari segi suku, agama, ras, kebudayaan, bahasa dan adat istiadat serta banyaknya pulau di Indonesia namun kita sebagai warga Indonesia itu sendiri tetap satu. Satu dalam artian sama tujuan, sama – sama mengikuti hukum dasar indonesia, dan sama menganut ideologi pancasila.
Sebagai negara yang majemuk kita sebagai warga negara membutuhkan kesadaran untuk menjalankan sikap toleransi, makna dari toleransi itu sendiri adalah perilaku manusia untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada entah itu antar individu maupun antar kelompok untuk menghadirkan perdamaian, ketentraman, dan nyaman.
Sikap toleransi mampu memberikan rasa aman di tengah kehidupan masyarakat majemuk dan meminimalisir terjadinya pepecahan maupun permusuhan antar individu dan antar kelompok.
Namun sangat disayangkan, pada era yang sudah menginjak modern sekarang ini terdapat banyaknya perpecahan seperti perpecahan antar perbedaan yang sangat tidak mencerminkan semboyan bangsa Indonesia itu sendiri.
Lalu contoh kasus rasisme yang terjadi di SMK yang terletak di Kabupaten Kupang, persoalan mengenai seorang guru yang melontarkan sebutan yang tidak pantas untuk dijadikan julukan yaitu “Si Hitam” di kelas saat jam pembelajaran karena siswa tersebut tidak mengerjakan tugas, padahal sebagai warga Indonesia yang mengikuti wajib belajar 12 tahun, semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah dikenalkan sejak bangku sekolah yang paling dasar, tetapi masih saja banyak diskriminasi di antara masyarakat Indonesia yang bisa menyebabkan perpecahan bagi negara Indonesia.
Membangun sikap toleransi yang tinggi menjadi salah satu pilihan untuk bersatu dengan antar suku, agama, dan ras lainnya yang mencerminkan semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika.
Toleransi dapat dimulai dari hal kecil seperti tidak membeda bedakan teman – teman yang lain dari segi agama, ras, dan sukunya dan tidak melihat latar belakang teman juga toleransi dalam berpendapat yakni memberikan kebebasan sebebas bebasnya pada masyarakat lain dengan catatan berpendapat dengan sopan dan tidak menyinggung pihak manapun.
Oleh karena itu, diperlukan langkah kecil untuk menjaga sikap toleransi terhadap perbedaan dan kemajemukan di masyarakat Indonesia.
Sikap Toleransi Haruslah Ditanamkan Sejak Dini
Sikap dan perilaku toleransi terhadap keberagaman masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan, serta mencegah proses perpecahan di masyarakat. Maka dari itu Setiap individu seharusnya bisa mengaplikasikan perilaku toleransi terhadap keberagaman suku, agama, dan ras.
Alangkah pentingnya kesadaran masyarakat agar bisa saling menghargai satu sama lain, sebab kita hidup di dunia bukan hanya tentang hubungan manusia dengan tuhan, tetapi juga sesama manusia.
Selain itu keberagaman di Indonesia bagaikan pedang bermata dua apabila dirawat dengan seksama akan menjadi potensi persatuan, dan sebaliknya dapat menjadi kemungkinan terciptanya konflik agama yang mengancam perdamaian bangsa Indonesia.
Sangat di sayangkan minimnya rasa toleransi dalam masyarakat kita dapat menjadi mimpi buruk jangka panjang. Bahkan dapat mengancam stabilitas bangsa Indonesia apalagi negara Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan tingkat keberagaman tertinggi di dunia dan konflik keagamaan jangka panjang tersebut dapat mengakibatkan situasi yang tidak kondusif serta berdampak terhadap stabilitas ekonomi yang mengakibatkan krisis kemanusiaan. Maka dari itu, solusi untuk masing-masing jenis konflik keagamaan-pun beragam.
Berikut merupakan beberapa solusi – solusi yang dibutuhkan untuk menyudahi drama konflik keagamaan yang tak kunjung berakhir:
1.penguatan edukasi keberagaman dalam bidang pendidikan dan tokoh – tokoh masyarakat
2.mempertegas aturan atau hukum yang berlaku di masyarakat.
3.berdiskusi antar umat beragama untuk memecahkan sebuah kasus masalah atau konflik agama
penguatan sosialisasi antar umat beragama.
4.Penguatan sosialisasi ini tidak hanya kegiatan seperti dialog. Hal ini dapat diawali dengan kegiatan kemasyarakat yang melibatkan semua unsur umat beragama.
Tulisan oleh:Rin Mariyanti Taklal, S.Pt.