Tidak Adanya Evaluasi Kinerja dan Analisis Beban Kerja yang Adil Jadi Alasan Mundurnya Dua Dokter Anestesi RSUD Maumere

waktu baca 3 menit
dr.Remidazon Riba Sp.An

Sikka-Dua dokter anestesi RSUD Tc Hillers Maumere, dr. Remidazon Riba, Sp.An dan dr. Yosefin Erfleniati Jati, memilih mundur dari tempat mereka bertugas karena menilai tidak ada evaluasi kinerja dan analisis beban kerja yang adil dari pihak manajemen rumah sakit.

Ditemui media ini, dr.Remidazon Riba Sp.An, mengungkapkan, pada awal Februari 2025, pihak RSUD Maumere melaporkan keduanya ke Kementerian Kesehatan agar STR dicabut. Dari laporan itu, dilakukan persidangan oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).

Lanjutnya, dari hasil sidang KKI, pihaknya tidak pernah melakukan pelanggaran SOP berat, sehingga SIP dan STR masih aman.

“Secara administrasi kami aman. Ini adalah permasalahan lain yang tidak berhubungan dengan STR,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, informasi yang disampaikan ke media bahwa pihaknya tidak mau bekerja lagi karena insentif kecil adalah tidak benar.

“Padahal dasarnya adalah tidak pernah dilakukan kajian dan evaluasi beban kerja kami terkhusus anestesi di RSUD Maumere,” ungkapnya.

Ia memaparkan, terkait insenstif, jasa medis dan lain-lain dirinya minta agar dibuatkan evaluasi sesuai kinerja dan kajian beban kerja sehingga setelah adanya evaluasi ini maka bisa ditetapkan apakah insentif saat ini sesuai, kurang atau berlebihan.

“Saya sebagai tenaga kontrak dan 3 bulan sebelumnya saya sudah menyampaikan saya bersedia melanjutkan kontrak kerja saya bila dilakukan evaluasi atau kajian terkait beban kerja kami sehingga bisa disesuaikan dengan insentif atau jasa medis yang saat ini diributkan di Kabupaten Sikka,” ungkapnya.

Ia mengatakan, pada 17 Maret 2025, Kementerian Kesehatan menyetujui keduanya bekerja di rumah sakit lain.

Namun demikian, dokter Remidazon mengaku masih memiliki tunggakan 2 tahun bekerja mengabdi di NTT, sebab dirinya dibiayi Kemenkes untuk mengambil spesialis anestesi. Sementara dr.Yosefin Erfleniati Jati telah mengabdi lebih dari 6 tahun, sudah melebihi masa wajib pengabdian 5 tahun.

“Kalau ada kasus setelah 18 Maret 2025, saya bingung kenapa nama kami berdua malah disangkutpautkan dengan kematian ibu hamil baru-baru ini,” jelasnya.

Merespon pernyataan Gubernur NTT, Menurutnya, penerbitan SIP adalah kewenangan Dinas Kesehatan berdasarkan Surat Tanda Registrasi (STR).

“STR dokter ada tiga SIP, jadi boleh bekerja di tiga tempat.” ungkapnya Sabtu (12/05/2025) siang.

Menurutnya, ia tidak ada kaitan dengan peristiwa kematian ibu hamil yang terjadi pada Rabu (09/04/2025) malam. Sebab, sejak 31 Desember 2024, ia sudah tidak lagi menjadi dokter di rumah sakit tersebut. Begitu pula dr.Yosefin Erfleniati Jati.

Sebelumnya, Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena mengeluarkan pernyataan tegas dan mengejutkan akan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dua dokter anestesi di RSUD Maumere yang disebut melakukan aksi mogok kerja karena menganggap honor yang mereka terima terlalu kecil.

“Kedua dokter ini mogok kerja karena menilai honor terlalu kecil. Tapi akibat dari tindakan mereka, sudah ada pasien yang meninggal. Ini bukan lagi soal honor, ini soal tanggung jawab kemanusiaan,” ungkap Gubernur NTT dalam video yang diterima media ini, Jumat (11/02025).

Dua dokter tersebut adalah dr.Remidazon Riba Sp.An, lulusan tahun 2022 dan dr.Yosefin Erfleniati Jati.

Gubernur Melki mengatakan, aksi tersebut telah menghambat pelayanan medus bahkan menyebabkan meninggalnya seorang pasien yang seharusnya menjalani tindakan anestesi.

Menurutnya, kedua dokter itu menolak bertugas dengan alasan insentir yang tidak sesuai beban kerja, terutama dalam menangani kasus-kasus anestesi yang krusial di RSUD Tc Hillers Maumere.

Ia juga mengatakan, pihaknya telah berkordinasi langsung dengan Kementerian Kesehatan untuk segera mencabut SIP keduanya.

“Kalau SIP dicabut, mereka tidak akan bisa praktik di mana pun di Indonesia, sampai mereka sadar kembali akan tanggung jawab sebagai dokter,” jelasnya.

Gubernur Melki menekankan bahwa profesi dokter adalah panggilan hati, bukan semata-mata pekerjaan untuk mencari keuntungan material.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *