Ada Praktik Pinjaman Keluarga untuk Manajemen dan Pengurus, Kuasa Hukum Kopdit Pintu Air Maumere Bantah, Sebut Kasus Murni Modus Pinjaman Fiktif

waktu baca 5 menit
Keterangan foto:Kuasa hukum Kopdit Pintu Air Maumere, Viktor Nekur, S.H, dalam konfrensi pers, Kamis (20/6/2024).

FLORESPEDIA.ID-Sebanyak enam karyawan KSP Kopdit Pintu Air Cabang Utama Rotat; Kristoforus J.N., Nikolaus France, Stefania Ivanti, Maria Helena Parera, Maria katarina Simo dan Yohanes Armando ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pidana penggelapan dalam jabatan.

“Laporan terkait Penggelapan dalam Jabatan itu diterima oleh Polres Sikka sekitar bulan April 2024. Kemudian setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, sehingga pada hari Jumat, 14 Juni kemarin, bukti permulaan sudah cukup untuk menetapkan tersangka sebanyak 6 orang,” ungkap Kapolres Sikka, AKBP.Hardi Dinata, dalam wawancara kepada media ini, Rabu (19/6/2024).

Lanjut Kapolres Sikka juga menyampaikan, pasal yang disangkakan yakni Pasal nya 374 KUHP dengan ancaman pidana 5 tahun.

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” ungkapnya.

Kuasa Hukum: Tidak Ada Produk Atau Jenis Pinjaman Keluarga di Kopdit Pintu Air

Dalam konfrensi pers pada Kamis (20/6/2024), Kuasa hukum KSP Kopdit Pintu Air, Viktor Nekur, S.H, membantah bahwa uang yang diduga digelapkan tersebut berasal dari produk pinjaman keluarga.

“Saya tekankan tidak ada produk pinjaman keluarga di KSP Kopdit Pintu Air,” ungkap Viktor Nekur.

Ia menerangkan, 6 orang karyawan ini melakukan pinjaman atas nama keluarganya. Namun ketika ditelusuri ada diantara nama-nama tersebut yang menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak mengetahui adanya pinjaman tersebut.

“Mestinya pinjaman itu harus diketahui juga oleh si pemilik KTP. Setelah tim manajemen kantor pusat turun mengecek langsung ternyata pemilik KTP tidak mengajukan pinjaman,” ungkap Viktor.

Viktor Nekur selaku kuasa hukum KSP Kopdit Pintu Air menyampaikan sekaligus mengklarifikasi bahwa persoalan itu berawal dari adanya temuan penyalahgunaan keuangan berdasarkan audit internal di tahun 2022 hingga awal 2024.

Menurutnya, dari temuan-temuan yang ada, selaku pembina hukum menyarankan untuk duduk bersama mencari jalan keluarnya, bahkan hingga bersurat kepada 6 orang karyawan tersebut namun tidak pernah digunakan dengan baik.

“Saya sebagai pembina hukum mulai masuk terlibat mengikuti proses ini bulan Agustus tahun 2023. Dari temuan-temuan yang ada, sebagai pembina hukum saya menyarankan untuk duduk bersama mencari jalan keluarnya. Saya bahkan mengirimkan surat kepada ade-ade ini. Surat yang dikeluarkan dengan menggunakan saya sebagai pembina hukum untuk menjadi fasilitator untuk mencari titik temunya, itu tidak digunakan dengan baik.” terang Viktor.

Lebih lanjut kata Viktor, meski telah diberi ruang untuk duduk bersama demi mencari solusi namun tidak dilakukan, maka pihaknya kemudian mengadukannya kepada Polres Sikka terkait adanya temuan internal tersebut.

Atas dasar pengaduan itu kata Viktor Nekur, para pihak termasuk dirinya yang mewakili Kopdit Pintu Air dan juga terlapor (6 karyawan-red) kemudian dimintai klarifikasi oleh Polres Sikka, namun tidak ada titik temu, sehingga ditingkatkan ke proses penyelidikan.

“Saya mendampingi pengurus untuk membuat laporan. Dari laporan yang kami buat itu ditindak lanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

Tahapan itu dilalui dan diikuti dengan saksama lanjut Viktor, sembari membuka kembali ruang untuk bisa bertemu dengan 6 orang karyawan itu, tapi itu tidak pernah dilakukan.

Terkait dengan penetapan tersangka, Viktor Nekur mengungkapkan bahwa kewenangan penetapan sebagai tersangka ada di pihak Kepolisian yang tentunya sudah memenuhi dasar-dasar hukumnnya, sehingga sebagai pelapor pihaknya menghargai proses atau tahapan-tahapan yang dilakukan, karena ruang yang dibangun untuk melakukan mediasi internal sebelumnya tidak dilakukan secara maksimal.

Terkait unsur-unsur tindak pidana Viktor Nekur menjelaskan, berdasarkan data yang ia terima terdapat nama-nama peminjam yang dibuktikan dengan KTP tetapi orangnya tidak ada.

“Tindakan ini diketagorikan sebagai kepintaran imajinasi untuk memfaktualkan niat itu sudah terbukti sangat hebat,” jelasnya.

Viktor menambahkan, selain cara itu ada juga yang ia sebut sebagai menggampangkan proses, sementara sudah pernah ditegur, namun tidak diindahkan. Sehingga, sekali lagi Viktor mengingatkan bahwa sesungguhnya pihak Pintu Air sudah lama berproses untuk menyelesaikan secara internal, namun tidak dilakukan.

Kata Viktor Nekur, akibat dari tindakan yang dilakukan oleh para tersangka itu, KSP Kopdit Pintu Air mengalami kerugian hingga Rp. 2 miliar lebih.

Sebelumnya, dalam konfrensi pers, Rabu (19/6/2024), para tersangka, didampingi kuasa hukum; Dominikus Tukan, SH dan Alfons Hilarius Ase, SH., M.Hum, membantah keenam kliennya disebut telah melakukan pinjaman fiktif.

Menurut mereka, di KSP Pintu Air ada jenis pinjaman (produk, red) yang disebut pinjaman keluarga. Jenis pinjaman keluarga ini khusus diakses oleh seluruh karyawan Pintu Air.

Dijelaskan, jenis pinjaman ini memungkinkan bagi karyawan Pintu Air yang sudah memiliki pinjaman untuk mengajukan pinjaman dengan menggunakan nama anggota keluarganya. Sedangkan mekanisme dan syarat pencairan pinjaman tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku di Pintu Air.

Dari data dan keterangan para tersangka yang ditunjukan kepada media, ternyata ada banyak sekali karyawan mulai dari yang paling bawah hingga top manajemen dan pucuk pimpinan yang juga mengakses jenis pinjaman keluarga dan bahkan masih dalam tanggung jawab pengembalian pinjaman sampai saat ini.

Dalam keterangan kepada media, Kuasa hukum, Alfons Hilarius Ase, SH.,M Hum., menjelaskan, klien mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Sikka pada tanggal 14 Juni 2024 atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Lanjutnya, mekanisme pencairan jenis pinjaman keluarga sudah sesuai prosedur dan bukan merupakan perbuatan pidana. Karena, persetujuan akhir pencairan uang harus ada tanda tangan pimpinan KSP Pintu Air.

“Orang menggunakam produk Pinjaman Keluarga loh, ini produk legal dari Kopdit Pintu Air malah dianggap tindakan pidana penggelapan dalam jabatan. Sebelum uang pinjaman itu mereka terima, kan sudah disetujui oleh pimpinan. Bila setelah uang cair, lalu si peminjam mau memberi kan kepada siapa saja, itu adalah hak keperdataan si peminjam. Lalu unsur penggelapan dalam jabatannya itu dimana?” tanya Alfons Ase.

Alfons Ase menjelaskan, masalah pinjaman adalah hubungan perjanjian keperdataan. Perjanjian keperdataan bisa bermasalah atau wanprestasi atau ingkar janji apabila, tidak melaksanakan perjanjian, terlambat melaksanakan perjanjian atau melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.

“Faktanya, klien kami melaksanakan kewajiban tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Kami menyayangkan bila persoalan wanprestasi pinjam meminjam yang adalah masalah keperdataan, malah menjadi masalah pidana penggelapan dalam jabatan,” ujar Alfons.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *