News

Tak Terbukti Milik Penggarap, Lahan Grass Track di Kolisia, Sikka Dipastikan Legal

waktu baca 2 menit
Keterangan foto:Konferensi pers oleh pemilik lahan lokasi Grass Track Wairii, Voni Pasande di Bengkel Kayu Putra Nusanatara, Sabtu (28/6/2025).

Sikka-Sengketa lahan seluas 4 hektare di Wairi’i, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, antara Aliando Gode dan seorang penggarap bernama Firmus telah diselesaikan melalui jalur hukum. Dalam putusan Pengadilan Negeri Maumere Nomor 42/Pdt.G/2023/PN MMe, hakim mengabulkan gugatan Aliando Gode secara verstek karena tergugat tidak pernah hadir di persidangan.

Vonny Pasande, istri Aliando, mengungkapkan bahwa awalnya Firmus hanya diminta membantu menjual lahan. Ia bahkan sempat diberikan salinan sertifikat tanah untuk keperluan itu.

Namun, Firmus kemudian mulai menggarap tanah dan belakangan mengklaim bahwa lahan tersebut telah diberikan kepadanya oleh Aliando Gode secara lisan.

“Kami tidak pernah menjual atau memberikan tanah itu. Kalau memang benar diserahkan, kenapa saya sebagai istri tidak tahu?” ujar Vonny saat konferensi pers di Bengkel Kayu Putra Nusantara, Sabtu (28/6/2025).

Vonny menjelaskan bahwa setelah konflik mencuat, keluarganya sempat mengupayakan mediasi melalui aparat kepolisian. Namun, tidak ada titik temu karena Firmus tetap bersikeras mengaku sebagai pemilik.

Pihak pemilik lahan akhirnya meminta pengadilan melakukan penggusuran. Setelah dilakukan pengecekan, aparat menemukan bahwa lahan tersebut hanyalah semak belukar, tanpa tanaman bernilai ekonomi yang signifikan.

Amandus Ratason, Ketua Panitia Kejurda, menyebut bahwa klaim Firmus soal ribuan pohon pepaya dan pisang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Yang kami lihat hanya sekitar 10 pohon pisang dan beberapa pohon lain. Tidak ada 5000 pohon seperti yang dikatakan,” jelas Amandus.

Sebelumnya kepada media, salah satu pihak yang bersengketa, Firmus, menegaskan sebelum ada ganti rugi atas tanamannya yang dirusak oleh AG, tidak boleh ada aktivitas apa pun di lokasi tersebut.

“Tanaman saya telah dirusak tanpa izin. Ini bukan soal tanah saja, tapi soal hasil kerja keras yang sudah saya tanam dan rawat selama 10 tahun yang sampai saat ini belum ada penyelesaian secara adil,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Exit mobile version