101 Bangunan di Lahan Eks HGU Nangahale, Sikka, Dibersihkan dengan Excavator, Masyarakat Adat Melawan

MAUMERE – Proses pembersihan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Sikka, NTT, pada Rabu (22/1), diwarnai aksi perlawanan dari masyarakat adat setempat. Ratusan masyarakat adat mencoba menghadang alat berat yang digunakan untuk meratakan bangunan di lokasi tersebut.
Peristiwa ini berlangsung di dua wilayah, yakni eks lahan HGU Nangahale, Kecamatan Talibura, dan Runut, Kecamatan Waigete. Sebanyak 101 bangunan berhasil dibersihkan, yang terdiri atas 2 rumah permanen, 95 rumah semi permanen, 1 bengkel, dan 3 kios.
Pembersihan ini diinisiasi oleh PT Krisrama, pemegang hak atas tanah tersebut, sejak 29 Juli 2024. Eksekusi di lapangan dilakukan oleh SatPol PP Kabupaten Sikka yang dipimpin langsung oleh Kasat Pol PP, Adeodatus Buang da Cunha.
Kegiatan pembersihan lahan dimulai sekitar pukul 10.00 WITA melibatkan alat berat seperti excavator dan loader.

Ketegangan sempat terjadi ketika SatPol PP mulai membongkar satu rumah permanen yang baru dibangun. Warga melempar batu ke arah petugas, bahkan memecahkan kaca excavator bagian kanan. Meski begitu, alat berat tetap melanjutkan tugasnya hingga bangunan diratakan. Selanjutnya, tim eksekutor beralih membersihkan rumah-rumah semi permanen dan darurat.
Direktur PT Kris Rama, Romo Epi Rimo, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengelola 325 hektare tanah eks HGU di Nangahale berdasarkan sepuluh sertifikat yang diterbitkan negara.
“Kami melakukan pembersihan lokasi untuk program peremajaan. Tanaman kelapa di lahan ini sudah tua, sehingga perlu diganti dengan tanaman baru sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnis perkebunan kami,” ujarnya.
Sementara itu, masyarakat adat yang mengklaim hak atas tanah tersebut menyatakan akan terus berjuang mempertahankan wilayah mereka. Konflik antara perusahaan dan warga setempat masih berlangsung, mencerminkan kompleksitas persoalan agraria di daerah tersebut.