NTT Kaya Potensi Pariwisata, Ansy Lema Usung Pariwisata Juara Berbasis Komunitas
Kupang – Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi kaya pariwisata. Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) nomor urut satu Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema akan mengusung konsep community based tourism atau pariwisata berbasis komunitas yang mendukung keberlanjutan lingkungan untuk bisa menaikkan perekonomian NTT.
Ansy Lema mengatakan, pariwisata berbasis komunitas adalah konsep pariwisata yang mengusung keterlibatan langsung masyarakat setempat dalam pengelolaan serta perolehan manfaat dari destinasi wisata yang ada di wilayah mereka. Masyarakat setempat tidak boleh terpinggirkan dan hanya menjadi penonton.
“Masyarakat harus menjadi tokoh atau pelaku dalam pariwisata. Contoh sederhana, bagaimana sabun dan tusuk gigi yang ada di hotel atau penginapan bisa diproduksi dari masyarakat lokal. Bagaimana para petani, peternak, nelayan, pelaku travel, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bisa mendapatkan manfaat dari pariwisata,” ujar Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini dalam Talkshow Expo Politeknik Negeri Kupang, Rabu (16/10/24).
Menurut dirinya, pariwisata adalah sektor penggerak ekonomi masyarakat. Dengan melakukan percepatan pembangunan pada sektor pariwisata, secara langsung dapat menggerakkan roda perekonomian di berbagai sektor lainnya, mulai dari sektor kelautan dan perikanan, pertanian, peternakan, transportasi, hingga UMKM.
“Pariwisata itu ibarat lokomotif kereta yang menarik gerbong-gerbong di belakangnya. Multiplier efek yang ditimbulkan dari sektor pariwisata sangat besar,” terang pria kelahiran Kota Kupang ini.
Ia menjelaskan, Provinsi NTT memiliki potensi pariwisata yang ikonik, unik dan khas. Secara garis besar ada empat jenis pariwisata di NTT, yaitu pariwisata alam, budaya, religi dan sejarah.
Sebagai contoh, pariwisata alam yakni Pulau Komodo hanya ada di NTT. Pariwisata budaya dengan tari-tarian, seperti tari caci ada di Manggarai. Kemudian, pariwisata religi berupa Semana Santa di Larantuka adalah objek wisata religi yang terkenal hingga mancanegara. Lalu, dari segi sejarah, Ansy Lema menyebutkan bahwa Ende adalah tempat perenungan Bung Karno yang melahirkan pancasila.
“Kalau bicara tentang pariwisata NTT, kita ini punya objek pariwisata yang ikonik, unik dan khas. Mulai dari pariwisata alam, budaya, religi hingga sejarah. Untuk itu, semangat pembangunan pariwisata kita adalah semangat keberlanjutan, yang kata kuncinya adalah konservasi. Jadi, tidak hanya community based tourism tetapi community based ecotourism,” jelas Mantan Juru Bicara Ahok ini.
Di sisi lain, dalam pandangannya, pariwisata di NTT memiliki tiga paket pembagian. Pertama, paket utama atau main course yaitu Labuan Bajo. Kedua, paket komplementer yaitu Sumba, Rote, Alor, dan Kelimutu. Ketiga, paket penutup atau dessert, yaitu Semana Santa, Bajawa, dan Maumere.
Paket-paket pembagian ini menjadi lokus dan fokus terhadap pembagian potensi-potensi pariwisata di NTT. Sehingga, pengembangan pariwisata di tanah flobamora ini dapat mengacu pada paket pembagian di atas.
Selanjutnya, Politisi Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan berbagai tantangan yang menjadi penghambat berkembangnya sektor pariwisata di NTT. Dirinya menyebut hambatan di sektor pariwisata datang dari berbagai segmen, baik itu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, promosi hingga tata kelola.
Misalnya, bagaimana keramahan para pelaku pariwisata harus bisa ditingkatkan. Produk souvenir cinderamata yang dihasilkan para UMKM NTT juga harus memiliki standar dan kualitas yang baik.
“Manusia di NTT harus dipersiapkan lewat pendidikan vokasi, infrastruktur harus dibenahi, promosi harus dimaksimalkan. Kita harus menyiapkan anak-anak kita ataupun pelaku pariwisata dengan standarisasi yang benar,” tegas Ansy Lema.
Di sini, dirinya mengakui peran kepala daerah sangat penting. Hal ini dikarenakan gubernur ataupun bupati memiliki otoritas untuk menyiapkan ekosistem yang mendukung masyarakat NTT berkembang dan menikmati hasil dari pariwisata.
“Sebagai pemimpin, kita harus bisa memastikan wisatawan yang datang mengonsumsi nasi, sayur, daging, dan buah dari tangan para petani, peternak, dan nelayan di NTT. Tidak boleh impor dari luar. Karena itu, harus bangun sentra-sentra pertanian di NTT. Jika ini kita kawal melalui aturan, akan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat kita,” tutup pria dengan tagline “Manyala Kaka” ini.