Masyarakat Adat di Sikka Gelar Demo Tolak Pemberian 10 Sertifikat HGU oleh BPN kepada PT Krisrama
FLORESPEDIA.ID- Ratusan masyarakat adat Tana Pu’an Suku Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Flores Bagian Timur pada Rabu (3/7/2024) pagi, menggelar aksi damai di Kota Maumere, Kabupaten Sikka yang dilakukan di Mapolres Sikka, Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sikka dan Kantor Bupati Sikka.
Aksi ratusan masyarakat adat ini bertujuan menyampaikan pendapat dan dialog serta memberikan dukungan terhadap penanganan kasus pidana terkait masalah masyarakat adat yang dilaporkan di Polres Sikka serta melakukan protes kepada negara tentang indikasi cacat administrasi dalam penerbitan 10 SK HGU kepada PT.Krisrama.
Pantauan media ini, kedatangan ratusan masyarakat adat ini dengan menumpang 25 mobil dan motor dari Desa Likong Gete menuju Polres Sikka.
Setibanya di Polres Sikka, mereka menyampaikan orasi pernyatan sikap di depan Mapolres Sikka.
Sebanyak 5 perwakilan masyarakat adat juga berdialog dan menyerahkan pernyataan sikap kepada Kapolres Sikka, AKBP.Hardi Dinata.
Selanjutnya masyarakat adat bergerak menuju Kantor BPB Sikka. Pada kesempatan itu, Koordinator Lapangan, Yakobus Juang membacakan pernyataan sikap masyarakat adat yang memprotes terbitnya SK BPN NTT Nomor 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tanggal 20 Juli 2023 tentang pemberian Hak Guna Usaha kepada PT.Kristus Raja Maumere seluas 3.258,620 meter persegi.
Tanah seluas ini mencakup dua wilayah desa yakni, Desa Nangahale dan Desa Runut, yang mana sudah diterbitkan sertifikat sebanyak 10 persil.
“Dengan tegas kami tidak mengakui dan menolak tunduk pada SK dan 10 Sertifikat HGU atas nama PT Krisrama,” ungkap Yakobus Juang dalam pernyataan sikap masyarakat adat.
Menurutnya, penolakan tersebut dikarenakan proses sosial menuju penerbitan 10 sertifikat HGU itu tidak melalui dialog yang adil, terbuka dan tuntas dengan masyarakat adat, sehingga kondisi lapangan sepenuhnya belum clean and clear.
Lanjutnya, SK dan 10 sertifikat HGU dimaksud terindikasi cacat administrasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Indikator dialog yang tidak tuntas dan belum clean dan clear sebenarnya ada banyak tapi kami hanya mengajukan dua contoh konkrit saja,” ujarnya.
Kata Yakobus Juang, dua contoh konkrit adalah pertama, pada tanggal 11 November 2016, Bupati Sikka mengeluarkan Surat Keputusan Nomor:404/HK/2016 tentang Tim Terpadu Identifikasi dan Verifikasi terhadap masyarakat adat Tana Ai yang menduduki tanah negara eks HGU PT Krisrama di Nangahale, namun selanjutnya SK ini tidak dilaksanakan hingga tuntas dengan alasan yang tidak jelas. Masyarakat adat tertipu.
Kedua, pada tanggal 6 April 2020, kembali Bupati Sikka mengeluarkan surat keputusan Nomor 134/HK/2020 tentang Tim Terpadu Penyelesaian Tanah Eks HGU Nangahale. Namun, SK ini pun setelah disosialisasikan, ternyata di tengah halan ditelikung oleh Bupati Sikka dan Uskup Maumere, dan seterusnya SK tersebut diabaikan, sehingga masyarakat adat tertipu lagi.
Pantauan media ini, usai membacakan pernyataan sikap, perwakilan masyarakat adat menyerahkan pernyataan sikap dalam surat kepada Kepala BPN Sikka, Faizin.
Aksi demo kemudian dilanjutkan ke Kantor Bupati Sikka. Di kantor ini, masyarakat adat diterima oleh Plt.Sekda Sikka, Movaldes da Maga Bapa.