Nestapa Anastasia, Jadi Guru Honor di Pedalaman Sikka Digaji Rp 300 Ribu, Terima 6 Bulan Sekali
MAUMERE-Bekerja sebagai guru di wilayah pelosok Kabupaten Sikka, membutuhkan komitmen dan ketahanan diri di tengah keterbatasan baik dari sisi gaji maupun dari sisi fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar. Kondisi keterbatasan ini makin menyulitkan, karena minimnya akses tranportasi, akses komunikasi, dan ketiadaan penerangan listrik.
Di tengah lilitan keterbatasan, masih ada guru-guru dengan semangat mengabdi mencerdaskan anak bangsa memilih untuk tetap bertahan. Seperti Guru Anastasia Sindabura, S.Pd, guru wali kelas III di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Wukur di Kampung Wukur, Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka.
Kampung Wukur adalah salah satu wilayah yang masih terpencil di Kabupaten Sikka. Kampung prbukitan berbatu ini dihuni oleh 41 Kepala Keluarga (KK) dengan 203 jiwa. SDK Wukur menjadi satu-satunya sekolah di kampung ini.
SDK Wukur memiliki 40 siswa dari kelas I sampai kelas 6. Sekolah yang berdiri 1 Agustus 1954 ini memiliki 1 guru PNS sebagai kepala sekolah dan 5 orang guru honor. Guru honor yang ada juga merangkap sebagai tenaga kependidikan operator sekolah.
Guru Kelas 3 SDK Wukur, Anastasia Sindabura, S.Pd yang ditemui media ini di SDK Wukur, Sabtu (9/12/2023) siang, mengungkapkan, dirinya dan 4 orang guru honor bertugas untuk menjadi guru wali kelas dan juga bertugas sebagai operator sekolah. Sebelumnya ada 8 guru namun 2 guru memilik untuk mengundurkan diri karena minimnya gaji guru di SDK Wukur.
Gaji Rp 100 ribu dari Komite Sekolah dan Rp 200 Ribu dari Dana BOS
Sebagai guru yang bekerja di SDK Wukur sejak tahun 2020, ia dan guru lainnya mendapatkan gaji Rp 100 ribu sebulan dari komite sekolah dan ditambah Rp 200 ribu dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Total gaji ia dan guru lainnya adalah Rp 300 ribu.
Namun, gaji yang kecil ini tidak diterima setiap bulannya karena harus menyesuaikan dengan siklus pencairan dana BOS sehingga biasanya mereka menerima gaji yang kecil itu setiap 6 bulan sekali.
“Saya dan 4 guru lainnya memilih untuk tetap bertahan walaupun dengan gaji yang kecil. Kami mau mengabdi. Pulang ke rumah kami bisa urus pekerjaan lain seperti pilih jambu mente dan kelapa untuk menambah pendapatan keluarga,” ujar Guru Ati, demikian ia disapa.
Menurutnya, dengan membantu suaminya bekerja mengurusi kebun, bisa menopang pendapatan keluarga yang kecil itu. Dengan gaji yang begitu minim tersebut, dirinya masih bersyukur, karena masih bisa bekerja dan terlibat aktif mendidik anak-anak di Kampung Wukur.
Kata Guru Ati, ada pula teman guru di sekolah ini yang harus berjalan kaki kurang lebih 3 Km setiap hari dari Kampung Sikka menuju Kampung Wukur untuk mengajar dan setiap bulannya mendapatkan gaji yang sama dengan dirinya. Saat ini mereka sudah sedikit tertolong karena jalan menuju Kampung Wukur, sudah bisa dilalui kendaraan mobil maupun motor. Sebelum ada jalan di akhir tahun 2023 ini, harus berjalan kaki sepanjang kurang lebih 3 Km.
Dikatakan Guru Ati, walaupun tetap bertahan mengajar di tengah minimnya gaji guru, ia mengharapkan adanya dukungan perhatian dari Pemkab Sikka terhadap ia dan rekan guru lainnya serta perhatian kepada SDK Wukur yang minim fasilitas dan bangunan sekolah mengalami kerusakan berat.
Guru Ati mengaku telah dua kali mengikuti seleksi guru PPPK namun belum berhasil lulus. Kendati belum lulus, ia memilih untuk tetap mengajar dan berusaha mengikuti seleksi PPPK lagi.
Guru Ati juga mengatakan, minimnya gaji guru juga berdampak pada suasana belajar mengajar di sekolah ini. Dimana para siswa dan guru terpaksa berbagi satu ruang untuk dijadikan 3 ruang kelas dan ruang guru. Dari 4 ruang kelas yang ada, setelah disekat bisa menjadi 6 ruang kelas dan juga ruang guru serta ruang kepala sekolah. Sementara untuk ruang perpustakaan tidak ada, buku -buku siswa dan guru terpaksa ditumpuk di meja di ruang kelas 4 yang disekat itu.
kata Guru Ati, sekolah ini juga mengalami kekurangan kursi dan meja siswa sehingga siswa dari kelas 1 sampai kelas 6 berjumlah 40 orang terpaksa berbagi memakai kursi dan meja yang hanya tersedia 24 kursi layak pakai dan 16 meja. Dengan kekurangan yang ada, terkadang para siswa dan guru duduk melantai saat melakukan kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu, orang tua siswa yang juga Ketua RT 12, Dusun Wukur, Henderika Hiwin, mengatakan, SDK Wukur menjadi satu-satunya sekolah bagi anak-anak di Kampung Wukur. Dirinya berharap, ada perhatian dari Pemkab Sikka untuk kesejahteraan guru yang mengabdi di SDK Wukur dan juga perhatian untuk memperbaiki kondisi kerusakan ruang kelas yang sudah parah tersebut.
Henderika Hiwin mengaku, orang tua siswa pada umumnya bekerja sebagai petani dan ada beberapa sebagai nelayan namun dengan pendapatan keluarga yang terbatas pula. Keterbatasan ini membuat iuran komite sekolah yang kecil pun terlambat dibayarkan sehingga gaji guru yang diberikan juga kecil sekali.
Ia menuturkan, dengan berbagai kondisi sekolah yang rusak berat dan belum ada perbaikan serta rendahnya gaji guru, orang tua siswa dan para guru tengah berjuang agar sekolah swasta Katolik ini bisa beralih status menjadi sekolah dasar negeri.
“Kami berjuang agar sekolah SDK Wukur bisa alih menjadi sekolah negeri. Mudah-mudahan ini bisa berhasil sehingga sekolah ini ke depan bisa lebih baik lagi,” harapnya.