Rokok Ilegal Marak Beredar di Sikka Rugikan Negara, Perlu Tindakan Tegas Bea Cukai, APH dan Pemkab Sikka
MAUMERE-Peredaran rokok ilegal di wilayah Kabupaten Sikka makin marak ditandai dengan terlampau banyak toko dan kios pengecer yang menjual rokok ilegal.
Sejumlah merk rokok yang bercirikan rokok ilegal, bebas diperjual belikan di kios maupun toko-toko baik itu di Kota Maumere, pertokoan di Pasar Geliting dan pertokoan di Kelurahan Wuring, Kota Maumere serta berbagai wilayah lainnya.
Terhadap kondisi marak beredarnya rokok ilegal, Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Marianus Gaharpung mengungkapkan, peredaran rokok ilegal yang marak di Nian Tana Sikka jelas merugikan negara dan kesehatan para “pencandunya”.
Menurutnya, negara rugi karena sudah dapat dipastikan merk rokoknya tidak terupdate termasuk cukainya oleh negara. Padahal cukai adalah pungutan pajak yang dikelola oleh negara dan dikenakan atas barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai.
Kata Marianus Gaharpung, cukai dipungut atas barang-barang dengan karakteristik tertentu, atau disebut barang kenai cukai. Sementara, definisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara baik pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.
Artinya, jika digabungkan, bea cukai adalah tindakan pungutan negara pada barang ekspor impor serta barang yang telah ditentukan di undang-undang cukai. Lebih mudahnya, bea cukai merupakan tambahan biaya untuk barang-barang dengan potensi sifat yang merugikan atau memiliki efek samping terhadap pemakainya.
Atas kejadian ini lalu apa sikap Pemkab Sikka, aparat penegak hukum (APH) serta Bea Cukai Labuan Bajo?
Dikatakan Marianus Gaharpung, dengan kondisi itu, seharusnya Satpol PP Kabupaten Sikka proaktif berkoordinasi dengan APH serta Bea Cukai Labuan Bajo karena ada dana operasional untuk pengawasan yakni dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk penegakan hukum.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-260/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Pemanfaatan DBHCHT, persentase peruntukan DBHCHT adalah 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, 25% untuk bidang penegakan hukum, dan 25% untuk bidang kesehatan.
“Untuk kegiatan penegakan hukum, salah satunya adalah pemberantasan rokok ilegal sehingga pemerintah daerah dalam hal ini Satpol PP perlu melakukan koordinasi dengan Bea Cukai untuk menjalin sinergi kerja dalam kegiatan pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal,” jelasnya.
Lebih lanjut Marianus Gaharpung menuturkan, ada porsi anggaran yang cukup besar dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pengawasan yang dilakukan. Keikutsertaan Bea Cukai dalam operasi bersama pemberantasan rokok ilegal juga diperlukan karena nantinya akan masuk ke penilaian capaian kinerja pemerintah daerah dalam pemanfaatan DBHCHT.
“Maraknya peredaran rokok ilegal di Sikka tidak bisa dianggap sepele karena negara mengalami kerugian,” tegasnya.