Diawali Survey Geolistrik, 3 Proyek Sumur Bor dari Dana Pinjaman Daerah di Sikka Mubazir dan Gagal Dapatkan Air Bagi Warga
FLORESPEDIA.ID-Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sikka melalui Bidang Cipta Karya memastikan 3 paket proyek sumur bor untuk penyediaan sarana air bersih bagi warga yang bersumber dari Dana Pinjaman Daerah di bidangnya mengalami kegagalan.
Ketiga proyek sumur bor yang mengalami gagal dalam pelaksanaan proyek yakni pembangunan sumur bor di Desa Wairbleler, dikerjakan CV Mega Express dengan nilai kontrak Rp.991.592.728. Kedua, bantuan sumur bor Desa Iantena dikerjakan CV.Soegianto Tirya Makmur dengan nilai kontrak Rp.958.592.728, dan ketiga pembangunan sumur bor air di Desa Koting B yang dikerjakan CV.Sumber Mujizat dengan nilai kontrak Rp.690.387.000.
Kepada media, Kabid Kabid Cipta Karya Dinas PU Kabupaten Sikka, Buyung Dekresano, mengatakan, ketiga proyek sumur bor tersebut dipastikan gagal dan pihaknya tengah menyiapkan justifikasi teknis untuk penghentian proyek tersebut.
“Di ketiga tempat tersebut sudah dilakukan penggalian tetapi sama sekali tidak mendapatkan air. Padahal penggaliannnya itu menggunakan metode ilmiah melalui survey geolistrik. Penentuan titik bor biasanya juga melihat kebutuhan masyarakat melalui permintaan masyarakat sehingga pemerintah berusaha memenuhi dengan menggali sumur bor,” ujarnya. Jumat (7/7/2023).
Lanjutnya, dalam pelaksanaan ketiga proyek sumur bor itu, sudah sesuai metode pelaksanannya namun pekerjaan sumur bor untuk menggali air ibaratnya bermain teka-teki, dimana sudah direncanakan dengan baik dengan bersandar pada metode ilmiah namun geolistrik hanya memberikan data bahwa di titik itu ada kandungan airnya sehingga dilakukan pengeboran namun tidak memastikan debit airnya.
Kabid Buyung Dekresano juga menuturkan, proyek sumur bor dari dana pinjaman daerah ada 9 paket dimana dari 9 paket itu, yang sudah mendapatkan air bersih yakni proyek sumur bor di Desa Wolonwalu, proyek sumur bor di Desa Pemana, di Desa Ipir dan di Desa Nelle.
Sementra proyek sumur bor yang sementara berproses ada di Desa Heopuat dan Desa Uma Uta yang tidak mendapatkan air dalam pengeboran namun dipindahkan memakai jaringan air bersih dari PDAM Sikka.
“Proyek sumur bor ini ada 9 paket dan yang tidak dapat air sama sekali ada 3 paket. Artinya tingkat keberhasilan proyek ini sekitar 30 persen,” ujarnya.
Lanjutnya, terhadap gagalnya proyek sumur bor ini, pihaknya tengah menyiapkan justifikasi teknik untuk penghentian proyek tersebut.
“Kami sementara siapkan justifikasi teknisnya, kalau memang bisa dicari justifikasi teknis yang kuat sebagai alasan untuk menghentikannya, kita akan buat penghentian,” jelas Buyung Dekresano.
Proyek Sumur Bor Diawali dengan Survey Geolistrik
Kabid Cipta Karya Dinas PU Kabupaten Sikka, Buyung Dekresano kepada media juga mengatakan, terkait pekerjaan proyek sumur bor diawali survey geolistik.
Ia mencontohkan, seperti di Desa Wairbleler, awal mulai pekerjaan itu, diawali dengan dilakukan survey geolistrik yang sangat ilmiah dan bisa dipastikan ada sumber air, namun kelemahan dari survey geolitrik, tidak bisa dipastikan besaran debit airnya.
“Ketika dilakukan pengeboran sesuai rekomendasi geolistrik pada titik pengeboran pertama, disitu mata bor mengalami terjepit dan debit air juga belum mencukupi sehingga dipindahkan ke lokasi pengeboran kedua, namun hasilnya juga tidak mendapatkan air dan dipindahkan ke lokasi pengeboran ketiga,” ujarnya.
Kata Buyung Dekresano, perencanaan proyek sumur bor dengan metode geolistrik ini bersifat ilmiah, dimana dapat memastikan keberadaan sumber air namun tidak bisa menaksir debit airnya.
“Pekerjaan ini kita laksanakan dengan debit air yang kita tidak lihat, hanya direncanakan dengan metode geolistrik yang ilmiah namun debit air tidak bisa ditaksir. Ini mau dibilang kesalahan kontraktor juga tidak karena mereka sudah gali, mau bilang kesalahan kita perencana juga tidak karena kita menggunakan metode ilmiah. Artinya kami akan lihat di pasal-pasal kontrak kerja, memungkinkan dilakukan penghentian kontrak. Ini berarti bukan diakibatkan kesalahan penyedia maupun kesalahan dinas,” ujarnya.
Buyung Dekresano didampingi staf Bidang Cipta Karya Dinas PU Sikka, Oman, dalam penjelasannya menuturkan bahwa survey geolistrik yang dilakukan hanya untuk mengidentifikasi jenis tanah dan potensi dari jenis tanah itu untuk menampung air. Sementara terkait besaran debit air tidak bisa diidentifikasi dalam survey geolistrik.
“Dalam laporan tim survey, setiap satu desa bisa diambli 3-4 titik sampel survey geolistrik, dimana dalam laporan itu hanya dikasih gambaran jenis tanah. Kemudian dari laporan itu rekomendasinya untuk digali pada kedalaman sekian dimana akan dapat jenis tanah yang bisa mendapatkan air. Di Wairbleler dan desa lainnya, laporan geolistriknya normal-normal saja, dimana jenis tanahnya bisa mendapatkan air,” ujarnya.
“Bor air ini bahasa kasarnya kita berjudi. Jadi jenis batuan ini bisa dapatkan air, tetapi ada air ataukah tidak dibawah maka perlu dilakukan pengeboran,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, dalam survey geolistrik untuk titik lokasi pengambilan sampel juga dilihat dari peta cekungan air tanah.
“Mengapa mereka menghindari daerah yang dekat sekali dengan pantai karena potensi untuk dapat air garam tinggi. Maka dicari lokasi ke atas sedikit jauh dari pantai,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam pekerjaan sumur bor dari dana Pinjaman Daerah pada 9 lokasi di Kabupaten Sikka dilakukan oleh tim survey dari Bandung.