Ansy Lema Desak Pengadilan Negeri Segera Eksekusi Putusan Inkracht Sektor Kehutanan
JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si mendesak pengadilan untuk segera mengeksekusi putusan berkekuatan hukum tetap (putusan inkracht) yang telah dimenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap berbagai kasus kerusakan hutan dan lingkungan hidup, yang salah satunya adalah kasus kebakaran hutan dan lahan.
“Hingga saat ini total gugatan yang dimenangkan KLHK melawan korporasi perusak hutan sebesar Rp 19,5 triliun. Pengadilan negeri harus segera mengeksekusi berbagai putusan tersebut agar para perusak hutan membayar ganti rugi,” tegas politisi asal NTT yang akrab disapa Ansy Lema di Jakarta (1/7/2022).
Berani dan Tegas
Ansy menjelaskan, para korporasi tersebut telah terbukti bersalah melalui putusan inkracht Mahkamah Agung. Karena itu, pengadilan harus berani dan tegas mengeksekusi berbagai putusan berkuatan hukum tetap tersebut. Korporasi yang terbukti salah harus segera melakukan pembayaran ganti rugi atas berbagai kerugian ekologis yang telah dilakukannya.
“Jangan sampai dikesankan negara tunduk, takluk, kalah berhadapan dengan korporasi perusak hutan yang secara hukum telah dinyatakan bersalah. Puncak dari gugatan bukan kemenangan KLHK yang dinyatakan melalui penetapan putusan inkracht, tetapi eksekusi atas berbagai putusan-putusan tersebut,” tegas Ansy.
Ansy menyoroti data KLHK antara tahun 2015–2020 yang menerangkan pengadilan hanya mampu mengeksekusi putusan perdata sebesar Rp 500 miliar dari total nilai putusan inkracht sektor kehutanan sebesar Rp 19,5 triliun. Menurutnya, potret minim eksekusi putusan inkracht sektor kehutanan tersebut harus segera dievaluasi dan dicari jalan keluarnya oleh KLHK dan pengadilan.
“Eksekusi Rp 500 miliar adalah angka yang sangat kecil dari total Rp 19,5 triliun nilai putusan inkracht. Mengapa bisa sekecil ini? Pengadilan dan KLHK harus duduk bersama untuk mencari cara-cara cepat dan efektif untuk melakukan eksekusi tersebut,” tegas Ansy.
Kontribusi Penerimaan Negara Sektor Kehutanan
Menurut Ansy, percepatan eksekusi putusan inkracht sektor kehutanan sangat mendesak karena saat ini kontribusi sektor kehutanan terhadap penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi nasional sangat minim. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Kehutanan pada tahun 2021 hanya mencapai Rp 5,6 triliun dari total seluruh PNBP sebesar Rp 350 triliun. Artinya, total PNBP dari kehutanan sangat kecil, yakni 1,6 persen.
“Kontribusi sektor kehutanan almost nothing, pinjam penilaian Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Maka, eksekusi atas berbagai putusan inkracht sektor kehutanan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan penerimaan negara sektor kehutanan di tengah agenda perbaikan ekologi dan pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19,” jelas Ansy.
Apalagi para korporasi yang terbukti bersalah tersebut, jelas Ansy, secara nyata telah merusak hutan, mengancam keanekaraman hayati, dan berkontribusi terhadap aneka dampak negatifnya seperti banjir, kekeringan, abrasi, polusi, dan lain-lain. Eksekusi putusan inkracht sektor kehutanan dan lingkungan hidup sangat penting untuk menimbulkan efek jera.
“Selain itu, masyarakat akan melihat ketegasan sikap negara sebagai regulator untuk melindungi hutan dan lingkungan hidup. Alam nusantara adalah milik generasi masa depan bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan,” lanjutnya.
Komitmen Keberlanjutan Lingkungan
Ansy menambahkan, penegakan hukum dalam kasus-kasus lingkungan hidup akan mengundang apresiasi dunia internasional terkait komitmen Indonesia terhadap isu-isu yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan.
“Apalagi isu tersebut menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan G-20 di Bali, nanti. Dengan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan perusakan lingkungan, Indonesia dalam kapastias sebagai Presidensi G-20 telah menunjukkan tindakan komitmen nyata atas keberlangsungan lingkungan hidup,” tutupnya.
Untuk diketahui, terdapat tiga agenda prioritas terkait keberlangsungan lingkungan yang dibahas dalam pertemuan G-20, yaitu: 1) Mendukung pemulihan yang berkelanjutan; 2) Peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim; dan 3) Peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim.***